DENPASAR, BERITADEWATA – Kasus sertifikat tindis yang dilakukan oleh BPN Kabupaten Manggarai Barat terhadap tanah milik Keuskupan Denpasar saat ini bergulir di PTUN terus menyita perhatian publik.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Udayana, Dr. Dr.Jimmy Z. Usfunan, SH.MH saat dikonfirmasi di Denpasar, Sabtu (25/12/2021) mengatakan, terkait sertifikat tindis yang diterbitkan oleh BPN Manggarai Barat diatas lahan Keuskupan Denpasar dengan nomor sertifikat 532 itu akan menjadi beban pembuktian.
“BPN itu sudah menyatakan bahwa ini ada kekeliruan. Ada kesalahan administrasi yang dilakukan BPN Manggarai Barat saat rekonstruksi tahun 2017 lalu. Dengan pengakuan itu maka sesungguhnya majelis hakim tidak bisa lagi mengelak dari persoalan itu. Harusnya menindaklanjuti pengakuan itu,” kata Jimmy Usfunan.
Menurut Jimmy yang juga salah satu anggota tim K3 MPR RI ini, yang mengeluarkan sertifikat ini mengakui ada kelalaian seperti itu. “Ini kan bukti yang sangat kuat bagi pengadilan Tata Usaha Negara menindaklanjuti bentuk pengakuan kelalaian itu dengan membatalkan empat sertifikat yang diterbitkan tahun 2012 itu,” kata Jimmy.
Ia mengatakan, majelis tak boleh mengambil inisiatif yang berbeda dari pengakuan BPN Manggara Barat itu. Keputusan Tata Usaha Negara itu bisa dilihat dari beban pembuktian soal apakah keputusan yang dikeluarkan itu apakah berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Lanjutnya, keputusan Tata Usaha Negara harus berdasarkan pula pada
pertama-tama, asas pemerintahan umum yang baik. Asas pemerintahan yang baik adalah soal kepastian hukum.
“Kepastian hukum dalam arti ini dengan pembuktian dari Keuskupan Denpasar yang menyatakan ini sudah ada sertifikatnya maka itulah secara kepastian,” ujarnya.
Sertifikat SHM 532 sudah diterbitkan tahun 1994. Sementara 4 sertifikat lainnya diterbitkan di atas obyek yang sama sekitar 18 tahun kemudian dan itu pun BPN Manggarai Barat mengakui telah terjadi kesalahan administrasi. Sesungguhnya kasus ini bisa diselesaikan tanpa harus dibawa ke pengadilan.
Kedua, asas kecermatan. Artinya ketika dikeluarkan sertifikat di tahun 2012 atau sekitar 18 tahun kemudian, maka BPN Manggarai Barat sudah lalai karena di atas tanah yang sama, sudah ada sertifikat No 532 yang menjadi milik Keuskupan Denpasar.
“Tapi kenapa dikeluarkan lagi sertifikat di tahun 2012 sampai 4 sertifikat di atas SHM 532 (di atas obyek yang sama). Hukum dari asas kecermatan sudah tidak masuk. Dan ini sudah harusnya dibatalkan. Diperkuat dengan surat pengakuan dari BPN bahwa ada kesalahan administrasi,” ujarnya.
Jadi tidak ada lagi ini siapa itu yang berbeda, karena secara kepastian hukum maupun kecermatan berdasarkan asas-asas umum pemerintahan yang baik dan sesuai dengan aturan perundang undangan tanah milik Keuskupan Denpasar.
“BPN itu sudah menyatakan bahwa ada kekeliruan. Dengan fakta ini sebenarnya majelis hakim tidak bisa lagi mengelak dari persoalan itu. Majelis harusnya menindaklanjuti pengakuan itu,” tandasnya.