DENPASAR – Komunitas Jurnalis Pena NTT Bali saat ini menunjuk kuasa hukum untuk melakukan class action ke Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy terkait dengan pernyataan yang termuat di Harian Nasional tanggal 4 Desember lalu. Kuasa hukum yang ditunjuk adaalah Petrus Bala Pattyona yang juga asa NTT.
Dalam pernyataan tersebut, Mendikbud mengatakan bahwa survei yang dilakukan Programme International for Students Assesment (PISA) mengambil sampel dari siswa-siswi NTT yang membuat kualitas pendidikan Indonesia merosot di nomor buntut di mata dunia.
Pernyataan Mendikbud yang dimaksud adalah “saya kuatir yang dijadikan sampel Indonesia adalah siswa-siswi dari NTT semua,”. Inilah pernyataan yang membuat perlawanan para intelektual asal NTT. Puluhan wartawan NTT itu menunjuk Bala Pattyona untuk melakukan class action baik terhadap Mendikbud maupun ke Harian Jawa Pos.
Menurut Pattyona, pernyataan Mendikbud itu telah melecehkan orang NTT. Dilihat dari kalimat langsung yang dilontarkan Mendikbud, sangat kelihatan jika Mendikbud tidak memiliki kepastian dimana survei itu dilakukan. “Yang paling awal sebaiknya Mendikbud meminta maaf kepada PISA. Karena dimana PISA melakukan survei, Mendikbud sendiri tidak mengetahui dengan pasti. Syukur kalau PISA melakukan survei di NTT. Kalau salah, ini sangat memalukan karena Mendikbud asal bicara di forum internasional,” ujarnya di Denpasar, Kamis (7/12/2017).
Kedua, kalaupun subyek atau sampel itu memang benar dilakukan di NTT, maka seharusnya menteri mengundurkan diri. Bukan malah subyek survei yang disalahkan, karena itu merupakan kegagalan dirinya sebagai menteri. “Menteri bicara tidak menggunakan data yang pasti. Ia hanya kira-kira saja. Kalau pun benar maka seharusnya ia mengundurkan diri bukan malah. Karena ini menunjukan kebodohan dan kegagalan dirinya sebagai menteri,” ujarnya. Ia memahami jika Muhadjir Effendy itu menjadi menteri karena kecelakaan politik ketika Anis Baswedan, sehingga secara kualitas belum berbuat banyak untuk Indoneisia. Pernyataan yang menyerang ke satu kelompok tertentu.
Langkah hukum selanjutnya akan dilakukan buat Harian Jawa Pos. Langkah ini dilakukan setelah anggota Pena NTT mendapatkan konfirmasi bahwa Humas, Biro Hukum dari Kemendikbud mendatangi Kantor Redaksi Jawa Pos pada Kamis (7/12). Kedatangan rombongan Kemendikbud ke Kantor Harian Jawa Pos dijelaskan untuk melakukan somasi dan atau klarifikasi. Dari informasi yang diperoleh, pihak Kemendikbud mengaku jika ungkapan itu adalah off the record dan tidak boleh dikutip.
“Kami mencurigai ada upaya untuk mengorbankan wartawan yang menulis berita tersebut karena kutipan dalam naskah tersebut adalah kalimat langsung. Kalau pun off the record, itu berarti Mendikbud pernah mengucapkan kalimat yang mengatakan survei itu dilakukan oleh orang NTT. Tetap saja kita tempuh upaya jalur hukum,” ujarnya.