Pembangunan Bandara di Bali Utara Terus Menuai Polemik

Anggota DPRD Bali, Nengah Tamba

BULELENG – Rencana pembangunan Bandara Bali Utara seperti yang belakangan ini menjadi perbincangan hangat dimasyarakat dan para elit politik di Bali. Pembangunan bandara di utara Bali ini terus menjadi polemik.

Polemik itu terjadi sejak Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan ingin membatalkan pembangunan bandara yang berlandaskan Run Way sebagian di atas laut tersebut. Pembatalan oleh Luhut merujuk pada hasil studi yang dilakukan oleh World Bank bekerja sama dengan Universitas Udayana Bali dan PT Sarana Multi Infrastruktut (SMI) bahwa Buleleng belum bisa dibangun bandara karena akses transportasi belum memenuhi syarat dan pemerintah masih konsen dengan persiapan IMF dan World Bank yang akan melaksanakan pertemuan di Bali.

Rupanya upaya itu langsung disanggah oleh Gubernur Bali Made Mangku Pastika yang menyatakan akan menelpon langsung Luhut bahwa studi itu tidak komprehensif. Pastika menegaskan, dua perusahan yang direkomendasikan yakni PT BIBU dan PT Pembari yang terbaik membangun Bali. Mengingat, selama ini masyarakat Buleleng sudah mengimpikan pembangunan bandara itu, untuk stabilitas perekonomian di Bali dan pemerataan pembangunan.

Selama ini masyarakat Buleleng, memang mengharapkan pembangunan bandara tersebut, untuk keseimbangan pembangunan antara Bali Utara dan Bali Selatan. “Pejabat selalu bicara soal kesenjangan. Sekarang ada yang mau jadi pemrakarsa bandara. Ya, kita harus dorong karena itu menjadi titik awal pembangunan,” kata Anggota DPRD Bali, Nengah Tamba, Selasa (20/3).

Menurutnya, isu sebelumnya akan ada pelebaran runway di Bandara Internasional Ngurah Rai, menurut politisi Demokrat asal Kabupaten Jembrana ini, itu tidak akan mungkin dilakukan. Mengingat, bandara Ngurah Rai sudah sangat overload.

“Jadi yang cocok itu Bandara di Buleleng. Tujuannya, untuk stabilitas ekonomi di Bali,” jelas Tamba.

Bahkan Tamba yang duduk di Komisi III ini mengaku, sudah melihat kesiapan Buleleng dengan adanya bandara nanti. Untuk itu Tamba menantang, agar hasil kajian Word Bank dan PT. SMI dijabarkan dihadapan eksekutif dan legislatif di Bali, apa yang menjadi dasar hasil kajian itu, sehingga Buleleng tidak layak dibangun bandara. Padahal jelas, kata Tamba, bandara sudah diatur dalam RTRW Bali dan Nasional.

“Kami sebagai anggota dewan, mengajak masyarakat Buleleng bersatu wujudkan ini, tidak ada jalan lain lagi. Kalau bandara dibangun, saya yakin yang lain ikut dibangun baik itu jalan tol dan lain-lainnya. Kami mendorong, agar Kemenhub segera melakukan kajian, karena bola ini ada di tangan pusat,” tegas Tamba.

Anggota DPR RI, Tutik Kusuma Wardhani menegaskan, pembangunan bandara di Buleleng sangat penting. Bahkan Tutik juga mengingatkan pemerintah pusat, bahwa Bali adalah penyumbang devisa negara dari sisi pariwisata sebesar 40 persen.

“Disitu power kita sebagai masyarakat Bali, untuk meyakinkan investor. Dengan bandara, maka lalulintas di Bali lebih mudah,” ungkap Tutik Kusuma Wardhani.

ABPN sudah tidak bisa mengakomodir untuk pembangunan bandara. Sehingga solusi terbaik, yakni mengajak mitra kerja (Investor, red) membangun bandara. “Saya minta masyarakat Buleleng sudahi polemik, agar investor yakin. Kami ada 9 DPR RI, kami sudah konsolidasi. Sekarang kami ajak DPRD Bali dan Kabupaten, bersatu untuk mewujudkan bandara ini,” pungkas Tutik Kusuma Wardhani.

Sebarkan Berita ini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here