Beritadewata.com, Buleleng – Setelah laporan warga Batu Ampar resmi masuk ke Kejari Singaraja dengan adanya indikasi penyalahgunaan kewenangan yang diduga merugikan kas daerah, sejumlah pejabat Pemkab Buleleng dimintai kejelasan mulai saling tunjuk dalam memberikan penjelasan terkait PT Prapat Agung. Bahkan pos terakhir sebagai pintu keluar dan masuk anggaran daerah yakni Badan Keuangan Daerah yang dikepalai Bimantara, enggan bertemu media yang ingin konfirmasi, Selasa (21/3/2017).
Tujuan konfirmasi itu pun berawal dari bagian SEKDA (Sekertaris Daerah ) Kabupaten Buleleng, Dewa Ketut Puspaka, yang selaku perpanjangan tangan Bupati Buleleng yang bertugas melakukan pengelolaan Asset pemerintah daerah, enggan memberi sebuah keterangan terkait permasalahan tersebut . Salah satu pejabat senior di ke Pemerintah Kabupaten Buleleng ini pun mengaku tidak begitu faham mengenai pengelolaan Asset tersebut dan meminta kepada salah satu media untuk menanyakan hal tersebut ke Asisten III Setkab Buleleng yakni Ketut Asta Semadi.
Namun, Asta Semadi pun hanya pernah sekali saja mengikuti rapat terkait pembahasan batas-batas sertifikat HPL (Hak Penggunaan Lahan) yang dimiliki sebagai Asset Pemkab Buleleng seluas 45 Hektare. Bahkan dirinya sempat bertanya diposisi klarifikasi yang diberikan Setda Puspaka kepada dirinya untuk permasalahan Asset di Desa Pejarakan kecamatan Gerokgak Buleleng, Bali .
“Sebenernya yang tau betul tentang Asset daerah tersebut tentunya bagian asset. Sekarang sudah jadi satu di Badan Keuangan Daerah (BKD). Saya coba telpon Kepala Badannya (Bimantara) dan stafnya (Pasda Gunawan) yang ada di bagian asset tersebut untuk menjelaskan,” ungkap Semadi yang tampak berulangkali menghubungi Bimantara.
Komunikasi melalui telepon seluler antara Semadi dengan pihak BKD pun akhirnya tersambung dengan salah satu pegawai badan sentral keuangan di Kabupaten Buleleng itu. Dan bahkan, Semadi sempat mempertanyakan perihal Bimantara yang tidak mengangkat telepon dan ternyata ada di kantor.
Upaya yang di lakukan awak media untuk bisa mengungkap kejelasan terkait simpang siurnya pengelolaan Asset daerah dan berlanjut ke kantor Badan Keuangan Daerah (BKD) yang tepat berada di sebelah tembok rumah jabatan Bupati Buleleng. Namun miris, seorang pegawai BKD bernama Komang Sukarta pun dua kali mengarahkan suaradewata.com untuk mencari masing-masing bidang.
Bimantara yang sempat keluar ruangan pun kembali menolak untuk dikonfirmasi langsung terkait dengan permasalahan asset seluas 45 Hektare tersebut. Bahkan asset yang diklaim juga merupakan milik warga di Desa Pejarakan dan proses pemberian izin Hak Guna Bangunan (HGB) kepada PT Prapat Agung oleh Pemkab Buleleng kini telah resmi laporanya masuk dan diterima di Kejaksaan Negeri Buleleng, agar mendapat tindak lanjut karena selama ini kasus tanah warga Batu Ampar lama fakum seperti tidak ada penanganan yang serius .
Kepala BKD Buleleng yakni Bimantara lewat salah seorang pegawainya bagian di bagian umum bernama Merta dan diwakilkan kembali kepada Pasda Gunawan, mengatakan bahwa dokumen terkait jumlah pemasukan ke kas daerah yang diperoleh dari kerjasama antara Pemkab Buleleng dengan PT Prapat Agung pun tidak berada di BKD.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Buleleng, M Fahrur Rozy setelah dikonfirmasi keruang kerjanya dirinya mengaku menerima berkas pengaduan dari warga terkait penyalahgunaan kewenangan pengelolaan asset Tanah Negara seluas 45 Hektare di Dusun Batu Ampar, Desa Pejarakan. Rozy dirinya mengaku akan mempelajari dulu berkas tersebut untuk dpat ditindak lanjuti .
“Kami tadi pagi terima di meja dan sampai tadi di acara (Penandatanganan kesepakatan dengan Perbekel di seluruh Buleleng) saya bawa untuk tetap pelajari. Setelah dipelajari baru nanti saya disposisi ,“Jika memang perintah dari atas (Struktural) menarik laporan tersebut untuk ke bawah penanganan Kejati Bali, saya tentu harus patuhi. Tapi yang jelas kan harus saya pelajari terlebih dahulu dan baru bisa di tindak lanjuti,” namun ” ucap MFahrur Rozy.
Namun pastinya, lanjut Rozy, Setelah nantinya mempelajari seluruh berkas laporan warga masyarakat di Desa Pejarakan , pihaknya baru akan bisa mengambil kesimpulan terkait penanganan dugaan penyalahgunaan kewenangan tersebut. Lalu, apakah mungkin kasus ditarik Kejaksaan Tinggi Bali jika muncul kerugian Negara yang berskala besar?
Media pun mengkonfirmasi terkait tidak jelas adanya hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait kerugian yang ditimbulkan terhadap keuangan negara atau keuangan pemerintah daerah, dirinya mengaku hal tersebut bukan tidak menutup kemungkinan bagi pihaknya melakukan penyelidikan terhadap kasus-kasus yang menyebabkan Negara merugi.
Adanya dugaan penyalahgunaan kewenangan terkait proses pemberian izin perpanjangan kepada PT Prapat Agung untuk melakukan pengelolaan Tanah Negara seluas 45 Hektare yang hak pengelolaannya (HPL) di klaim oleh Pemkab Buleleng.
Gede Suardana yang selaku LSM FPMK dan juga pendamping dalam kasus warga Desa Pejarakan menyampaikan kepada media, dengan adanya dugaan penyalahgunaan kewenangan itu tentu berdampak pada kerugian negara dalam hal ini kas daerah . Dan laporan tersebut besar harapannya untuk bisa ditindak lanjuti dengan serius oleh pihak Kejari Buleleng yang di kepalai oleh M Fahrur Rozy.