Pameran ROOTS di Arma Museum Ubud Angkat Warisan Walter Spies di Bali

Pameran bertajuk ROOTS – One Hundred Years of Walter Spies in Bali digelar di ARMA Museum, Ubud, mulai 24 Mei hingga 14 Juni 2025

GIANYAR, BERITA DEWATA – Untuk memperingati satu abad kedatangan Walter Spies ke Pulau Dewata, pameran bertajuk ROOTS – One Hundred Years of Walter Spies in Bali akan digelar di ARMA Museum, Ubud, mulai 24 Mei hingga 14 Juni 2025. Pameran ini menggabungkan karya seni rupa, poster, instalasi, serta pemutaran film dokumenter yang mengeksplorasi pengaruh Spies terhadap kebudayaan Bali.

Walter Spies, seniman kelahiran Moskow yang berkebangsaan Jerman, pertama kali tiba di Bali pada 1925 saat berusia 28 tahun. Ia menetap hingga wafat pada 1942, saat Jepang mulai menduduki Indonesia.

“Seratus tahun lalu, Spies datang ke Bali, dan tempat ini menjadi rumahnya hingga akhir hayat. Meski jarang disebut dalam sejarah seni Eropa, ia tetap hidup dalam ingatan budaya Bali,” ujar Michael Schindhelm, konseptor pameran, dalam konferensi pers.

Spies dikenal sebagai pelukis yang memadukan realisme dengan unsur magis. Namun kontribusinya tak hanya di bidang seni rupa. Ia juga turut berperan dalam pengembangan tari kecak dan menjadi salah satu pendiri Pita Maha, sebuah kelompok seniman independen yang dibentuk untuk melindungi orisinalitas seni Bali dari komersialisasi pada dekade 1930-an.

“Nama Spies memang tak selalu terdengar di Eropa, namun di sini ia menjadi bagian penting dari sejarah seni dan budaya,” tambah Schindhelm.

Pameran ini juga menampilkan film dokumenter berjudul ROOTS, hasil kolaborasi Schindhelm dengan tokoh-tokoh budaya Bali seperti Agung Rai, Wayan Dibia, Made Bayak, dan Gus Dark. Film tersebut menyoroti isu-isu kontemporer seperti spiritualitas, krisis lingkungan, dampak globalisasi, hingga peristiwa 1965/66.

Agung Rai, pendiri ARMA Museum, menyampaikan bahwa pameran semacam ini tak hanya penting untuk mengenang sejarah, namun juga sebagai ruang edukasi bagi generasi kini.

“Pameran ini memberikan ruang refleksi. Lewat karya-karya di dalamnya, kita bisa meninjau kembali bagaimana kita mengelola budaya, lingkungan, dan masa depan,” kata Agung Rai, Jumat (23/5/2025).

Seniman Bali, Made Bayak, yang turut ambil bagian dalam pameran, menyebut bahwa tema “akar” menjadi benang merah dari seluruh karya yang ditampilkan.

“Kita bisa menelusuri akar dari berbagai persoalan hari ini, dan mungkin juga menemukan akar solusinya,” ujar Bayak.

Sedikitnya 25 lukisan, 70 poster grafis, empat instalasi, dan beberapa karya video dipamerkan. Para seniman yang terlibat berasal dari Bali dan mancanegara, termasuk dari Swiss.

“Pameran ini ingin menyuarakan hal-hal yang belum terungkap, memberi sudut pandang baru tentang Bali dan warisan Spies,” tutur Bayak.

ROOTS bukan sekadar mengenang masa lalu, tapi juga menjadi ajang untuk menelisik ulang dinamika kebudayaan Bali hari ini dan ke depannya.

Sebarkan Berita ini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here