Site icon -Berita Dewata

Made Djirna Hadirkan Karya Spektakuler di Pameran Perdana Ubud Art Ground

Seniman Made Djirna dan karya seni instalasi bertajuk 'Transient-Continuous (Numpang Lewat–Berkelanjutan).’

GIANYAR, BERITADEWATA – Pameran seni rupa kontemporer ‘Parallels: Legacies in Flux’ menandai peresmian Ubud Art Ground, sebuah ruang seni dan budaya bertaraf internasional, yang berlokasi di Kedewatan, Ubud, Bali.

Ubud Art Ground diinisiasi oleh Yayasan Satya Djaya Raya yang dalam pameran perdana ini menghadirkan karya 71 seniman dari Bali dan Tiongkok yang menafsirkan kembali warisan seni rupa dalam kerangka zaman yang terus berubah.

Pembukaan pameran ditandai dengan ‘pangurip-urip’ yakni menorehkan tiga warna merah-hitam-putih pada instalasi perahu dan naga bertajuk ‘Transient-Continuous’ karya seniman Made Djirna yang di antaranya dilakukan oleh Wakil Dubes RI di Beijing Parulian George Andreas Silalahi, Penglingsir Puri Agung Ubud Tjokorda Gde Putra Sukawati, Wakil Konjen Tiongkok di Denpasar Zhu Yu, dan pemilik Lyman Group Osbert Lyman.

Ubud Art Ground memilih Made Djirna, salah satu seniman senior dari Sanggar Dewata Indonesia, sebagai figur sentral dalam pameran ini yang menyajikan karya instalasi yang merefleksikan siklus kehidupan manusia.

Djirna dinilai sebagai sosok perekat antar-generasi yang melalui pencapaian dan konsistensi dalam berkesenian berhasil menjembatani eksplorasi budaya Bali dengan ekspresi kontemporer.

Yulia Kurniawan Direktur Yayasan Satya Djaya Raya mengatakan kehadiran UAG merupakan bentuk komitmen yayasan terhadap pendidikan dan pelestarian budaya.

“Warisan budaya bukanlah sesuatu yang statis, tetapi terus berkembang bersama zaman melalui tangan-tangan seniman yang visioner,” kata Yulia di sela-sela pembukaan pameran pada Jumat, 11 Juli 2025.

Direktur Ubud Art Ground Yuanita Savitri mengatakan UAG bukan sekadar ruang seni, melainkan ekosistem dialog yang menghubungkan seniman, pemikir, dan publik dalam ruang yang saling terhubung antara tradisi dan keberanian berekspresi.

“Insiatif ini diharapkan menjadi pengalaman seni yang hidup, reflektif, dan berdampak lintas generasi dan budaya,” kata Yuanita.

Kata dia di lokasi tersebut akan dibangun art center seluas 2.000 m² yang diproyeksikan menjadi tuan rumah residensi seniman, forum edukatif, serta laboratorium gagasan seni lintas budaya dan generasi.

Yuanita menjelaskan Ubud Art Ground bakal aktif mendorong kolaborasi lintas budaya dan lintas generasi, menciptakan ekosistem seni yang berkelanjutan, dan menjadi pusat pertukaran pemikiran, praktik seni, serta eksplorasi kreatif yang berakar pada konteks lokal namun terbuka secara global.

Pameran ‘Parallels: Legacies in Flux’ yang dikurasi Farah Wardani (Indonesia) dan Prof. Qiu Ting (Tiongkok) ini mengeksplorasi bagaimana budaya Bali dan Tiongkok menavigasi perubahan zaman melalui pendekatan yang menghormati sekaligus
merekonstruksi warisan seni rupa.

Kurator Farah Wardani memilih puluhan karya dari 51 seniman Bali, baik yang masih aktif maupun yang telah meninggal dunia, melalui lima pendekatan:

1. Prelude: A Master’s Touch: Menampilkan karya instalasi luar ruang dari maestro Made Djirna bertajuk ‘Transient Continuous/Numpang Lewat-Berkelanjutan’, yang merespons area Gudang Kayu.
2. Continuum: Menampilkan beragam karya tentang legasi dan perubahan masyarakat Bali dari perupa Bali berbagai generasi.
3. Spectrum: Menampilkan karya sejumlah perupa kontemporer yang menafsirkan tradisi dengan individualitas dan konteksnya masing-masing
4. Tradition Today: Beragam karya dari sejumlah perupa generasi baru yang menafsirkan tradisi dalam pendekatan kontemporer.
5. Legacies in Flux: A Timeline: Menampilkan sejumlah karya maestro tradisi Bali dengan linimasa sejarah seni rupa.

“Pameran ini tidak hanya menampilkan karya, tapi juga membuka percakapan tentang
legasi, perubahan masyarakat, dan inovasi dalam seni yang berpijak pada tradisi,” tutur Farah Wardani.

Sementara itu, kurator Prof. Qiu Ting (Dekan School of Chinese Painting dari Central Academy of Fine Arts (CAFA), Beijing) menghadirkan 20 seniman dengan karya yang berbasis teknik lukisan tinta tradisional guohua dalam bentuk dan narasi kontemporer.

“Kolaborasi antara CAFA dan UAG merupakan ruang lintas budaya yang mempertemukan dua tradisi visual besar Asia. Pameran ini mendorong generasi seniman muda untuk membaca ulang warisan dengan cara baru yang relevan terhadap masa kini,” kata Prof. Qiu Ting.

Pameran yang terbuka untuk publik ini akan berlangsung hingga 10 Agustus 2025 yang diisi dengan tur kuratorial, diskusi bertema ‘Contemporary Translations of Traditional Art’, workshop, pasar artisan, dan pertunjukan budaya yang membuka ruang interaksi antara seniman dan masyarakat. Rls

Sebarkan Berita ini
Exit mobile version