BADUNG – Kecamatan Kuta dan Kecamatan Kuta Selatan merupakan dua kecamatan dari seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Badung yang menyumbang pendapatan asli daerah (PAD) terbesar di kabupaten terkaya di Bali itu.
Hal ini disampaikan mantan anggota Fraksi PDIP DPRD Bali, Wayan Disel Astawa saat ditemui di Denpasar, Sabtu (7/4/2018). Menurutnya, masyarakat yang ada di wilayah Kuta dan Kuta Selatan saat ini sudah mulai tumbuh kesadarannya bahwa dari wilayahnya merupakan sumber PAD terbesar salah satunya ke Kabupaten Badung.
“Saya bersyukur sudah banyak masyarakat di dua kecamatan ini yang mulai sadar akan potensi wilayahnya. Mereka sadar akan potensi wilayahnya sebagai penyumbang PAD terbesar ke Badung karena wilayahnya terdiri dari banyak hotel mulai dari bintang 5 hingga melati, restoran bintang dan sebagainya,” ujarnya.
Menurutnya, kesadaran ini berdampak sangat signifikan dalam Pilgub kali ini. Di wilayah Kabupaten Badung, fakta bahwa banyak banjar, desa, dijanjikan dana dan sebagainya baik itu berupa hibah maupun Bansos.
“Saya berkali-kali sampaikan ke masyarakat, jangan mau ditekan, diintimidasi demi uang, dana desa, dalam bentuk bansos, hibah dan sebagainya. Kecuali kalau uang itu diambil dari kantong pribadi dari sang pemberi janji. Kalau uang itu diambil dari APBD Badung, maka itu sudah merupakan hak rakyat, dan kewajiban pemerintah untuk memberikannya, yang tentu saja sesuai dengan porsinya masing-masing, sesuai peruntukannya masing-masing,” ujarnya.
Artinya, masyarakat harus tahu itu. Selama ini banyak desa atau banjar yang hanya tunduk saja karena kuatir bantuan hibah, dana desa tidak cair. Pencairan APBD itu tidak sembarangan. Ketentuan sudah ada. Apalagi dana desa. Tanpa ada deal politik untuk memenangkan pasangan tertentu pun dana desa harus tetap cair.
Selama ini masyarakat dibodohi dengan ancaman dan intimidasi bahwa bila tidak memenangkan pasangan tetentu maka dana tersebut tidak akan cair. Bilamana ada dana desa yang tidak dicairkan, maka ini pelanggaran UU. Bupatinya bisa dituntut, bisa diproses hukum.
“Saya selalu mengatakan, jangan sampai ada pemaksaan kehendak dalam Pilgub. Pilihan yang bertentangan dengan hati dan hanya karena diiming-imingi bantuan, akan merusak demokrasi itu sendiri. Masyarakat bukan dibuat semakin cerdas, tetapi semakin bodoh. Akhirnya kita kembali ke zaman Orde Baru,” ujarnya. RL/BD