Ketua Bawaslu Bali tidak Pernah Sebut Bantuan ke Desa Pakraman Rp 500 Juta “Money Politics”

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Bali Ketut Rudia

Denpasar – Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Bali Ketut Rudia akhirnya buka suara soal adanya laporan terhadap pasangan calon (paslon) Gubernur Bali nomor urut 2 yakni Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra-Ketut Sudikerta (Mantra-Kerta) tentang program bantuan kepada desa pakraman sebesar Rp 500 juta per tahun.

Mantra-Kerta dilaporkan oleh masyarakat dan didampingi oleh Ketua Bali Corruption Watch (BCW) Putu Wirata Dwikora, bahwa bantuan itu tidak ada dalam visi misi paslon Mantra-Kerta sehingga dianggap sebagai money politics (politik uang). Rudia sangat menyesalkan, jika pernyataan yang dikutip oleh beberapa media beberapa waktu lalu dan memberikan penafsiran seolah-olah dirinya sudah menjustifikasi jika program itu adalah bentuk dari politik uang.

“Saya tidak pernah menjustifikasi bahwa bantuan Rp 500 juta ke desa pakraman per tahun itu sebagai money politics. Konteksnya saat itu adalah saya ditanya apakah program bantuan itu adalah money politics atau tidak,” tegas Rudia saat ditemui di Denpasar, Kamis (7/6/2018).

Ketika ditanya begitu, Rudia mengaku menjelaskan pasal-pasal, baik pasal dalam UU maupun Peraturan Bawaslu, bahwa seorang calon, tim sukses, tim kampanye dilarang memberikan uang dan atau materi lainnya, atau menjanjikan sesuatu. “Namun saya melihat ada berita bahwa saya menyimpulkan, menjustifikasi, bahwa bantuan ke desa pakraman itu politik uang,” sesalnya.

Menurut Rudia, pernyataan yang disalahartikan itu ternyata dijadikan referensi laporan oleh masyarakat terhadap Mantra-Kerta, bahwa Bawaslu sudah menyimpulkan bantuan itu money politics. “Kalimat dalam berita itu dijadikan referensi. Lalu katanya karena tidak ada tindak lanjut dari Bawaslu, maka warga masyarakat meminta agar Bawaslu menindaklanjuti itu, dan akhirnya dibuatkan dalam bentuk laporan,” ujarnya.

Rudia mengaku, untuk menentukan bahwa sebuah perkatan atau perbuataan dianggap sebagai money politics itu bukan perkara mudah. Perlu melewati proses panjang, pemeriksaan yang mendalam, bukti-bukti harus kuat. “Bagaimana mungkin, Bawaslu tidak pernah mendalami, mengkaji, tidak pernah ada laporan masuk, tetapi tiba-tiba mengumumkan di media bahwa bantuan Rp 500 juta itu sebagai money politics,” ujarnya.

Rudia menganalogikan jika laporan itu ibaratnya ada orang yang menggunakan pisau miliknya lalu direbut untuk menghancurkan dirinya. “Jadi orang menggunakan pernyataan saya, diartikan sendiri, ditafsir sendiri, lalu berbalik dan meminta Bawaslu untuk memprosesnya,” ujarnya.

Rudia memaparkan, kasus tersebut berawal dari kedatangan Gubernur Bali Made Mangku Pastika yang secara proaktif mendatangi Bawaslu Bali untuk mengklarifikasi pemberitaan bahwa gubernur mengomentari dan mengkritisi visi misi Paslon. Saat itu Pastika bertanya apakah dirinya bisa memberikan penjelasan atau tidak bila ditanya masyarakat tentang visi-misi yang dianggap tidak masuk akal. Bawaslu menjelaskan bahwa sebagai gubernur tidak boleh memberikan pernyataan yang dan merugikan salah satu paslon dan menguntungkan paslon lainnya.

“Kemudian ada pertanyaan bertubi-tubi apakah janji Rp 500 juta yang di luar visi-misi itu money politics atau tidak. Saya menjelaskan pasal-pasal, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Lalu pertanyaan dalam beberapa hari berikutnya, apakah Bawaslu sudah menindaklanjuti dugaan money politics atau belum. Mana yang kami mau tindaklanjuti, laporan tidak, temuan juga tidak ada. Itulah sebabnya, Bawaslu dianggap tidak bekerja, dan kemudian datang warga melaporkan kasus itu sebagai money politics,” ujarnya.

Namun demikian, menurutnya, sebagai sebuah laporan, Bawaslu tetap memprosesnya, dan direncanakan akan memanggil Paslon nomor urut 2 untuk dimintai klarifikasi.

Kerdilkan Desa Pakraman

Secara terpisah, Ketua DPW Partai Nasdem Bali Ida Bagus Oka Gunastawa mengakui kampanye tentang bantuan dana desa pakraman Rp 500 juta yang dicanangkan pasangan Mantra-Kerta membuat pihak lawan gerah. Berbagai cara pun dilakukan untuk menggiring opini publik bahwa komitmen Mantra-Kerta itu termasuk money politics.

Namun, upaya pihak lawan ini bisa saja malah menjadi blunder dan memusuhi desa pakraman. Sebab bantuan dana desa pakraman Rp 500 juta yang diusung Mantra-Kerta lahir dari aspirasi krama desa pakraman di Bali.

“Pihak lawan yang mempersoalkan dan menghalangi dana bantuan desa pakraman itu sama saja dengan memusuhi dan mengkerdilkan desa pakraman. Kalau memang benar ingin menjaga Bali mestinya dukung penguatan desa pakraman,” tegasnya di Denpasar, Kamis (7/6/2018).

Gus Oka mengingatkan pihak lawan dan pihak-pihak yang ingin menghambat dana bantuan desa pakraman jangan sampai membuat krama desa pakraman terbangkitkan rasa jengahnya dan melakukan “perlawanan”. Berhadapan dengan desa pakraman tentu akan sangat kontraproduktif dengan upaya menjaga eksistensi desa pakraman di tengah gempuran globalisasi.

Ia juga mengingatkan jangan sampai polemik menyangkut desa pakraman terulang hanya karena ada pertanyaan dan sikap kurang arif dan bijaksana dari tokoh-tokoh Bali. Bantuan 500 juta adalah sesuatu yang positif. Jangan sampai perbedaan keberpihakan politik justru mendegradasi program yang baik bagi seluruh warga Bali. Kalau bukan pemimpin Bali lantas siapa lagi yang peduli.

Angka Rp 500 juta itu, menurutnya, juga merupakan aspirasi masyarakat dari akar rumput. “Saat kami turun kampanye, sosialisasi, di bebagai kesempatan, aspirasinya memang Rp 500 juta. Kemudian kami menjemput aspirasi itu, mengkajinya apakah realistis atau tidak, apakah bisa tercover APBD atau tidak. Dan hasilnya, ternyata bisa. Lalu kita rumuskan bahwa pemerintah sanggup memberi bantuan Rp 500 juta bila Mantra-Kerta terpilih,” terangnya.

Jika ada pihak yang mengatakan bahwa janji tersebut tidak ada dalam visi misi maka pihaknya meminta agar menelaah secara seksama visi, misi dan program pasangan calon. “Kami di berbagai kesempatan, di berbagai pemberitaan telah menjelaskan bagaimana bantuan terhadap desa pakraman di Bali itu sangat rasional, edukatif, tidak melanggar hukum, dan uangnya ada. Sekarang malah dilaporkan sebagai politik uang,” ujarnya.

Ia mengakui, memang secara tersurat angka uang dalam visi misi tidak disebutkan, tetapi dalam misi point 1,5,7 sudah disebutkan soal komitmen pembangunan desa pakraman di Bali. RL/BD

Sebarkan Berita ini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here