DENPASAR, BeritaDewata – Kemampuan Kapolda Bali, Irjen Pol. Dr. Petrus Reinhard Golose dalam menangani aksi terorisme tak perlu diragukan lagi. Pengalamannya saat melumpuhkan teroris Dr. Azahari dan kiprahnya saat bertugas di Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Densus 88 Anti Teror membuat jenderal lulusan Akpol tahun 1988 ini kerap diundang menjadi pembicara disejumlah negara di dunia.
Kali ini, Director of University of Chicago Project on Security & Threats, Prof. Robert Pape secara khusus mengundang Kapolda Bali sebagai pembicara dalam kegiatan world colloquium and national workshop dengan tema “Uniting Against the Next Attack” di Chicago, Amerika Serikat dari tanggal 21-23 November 2019.
Kegiatan yang diselenggarakan oleh United Nations Security Council Counter-Terrorism Committee Executive Directorate (UN-CTED) dan University of Chicago Project on Security & Threats (CPOST) dihadiri para pakar keamanan dan akademisi dunia, antara lain United Nations, Amerika Serikat, Inggris, Indonesia, Australia, Turki, Maroko, Perancis, Skotlandia dan Israel. Bahkan para pelaku bisnis besar dunia seperti Motorola dan Amazon yang khusus mempelajari tentang perilaku teroris di dunia juga hadir dalam kegiatan tersebut.
Irjen Pol. Dr. Petrus Reinhard Golose memaparkan tentang bagaimana tugas dan peran Polri dalam penanganan aksi terorisme di Indonesia. Dijelaskannya bahwa terrorisme telah menjadi isu utama dalam keamanan dunia internasional.
Waktu ke waktu kejahatan terrorisme berkembang sangat pesat, semakin canggih dan terorganisir, sehingga menempatkan terorisme sebagai musuh setiap negara atau dapat dikatakan bahwa terorisme merupakan ancaman dunia.
Indonesia sebagai salah satu negara yang menghadapi fenomena FTF (Foreign Terrorist Fighters). Polri selaku penegak hukum harus memiliki cara dan strategi untuk menanggulangi permasalahan terorisme tersebut.
Polri bersinergi dengan instansi pemerintah dan masyarakat secara berkelanjutan dengan semaksimal mungkin me-refresh kembali wawasan bangsa Indonesia, nilai-nilai luhur bangsa serta 4 pilar kebangsaan sebagai benteng diri dari paparan paham radikalisme yang menyesatkan.
“Polri sebagai garda terdepan dalam penanganan aksi terorisme dengan melakukan tindakan mulai dari soft approach hingga hard approach,” kata Kapolda Bali.
Jenderal bintang dua di pundak ini menyatakan penanganan tragedi bom Bali 1 dan 2, bom Thamrin tahun 2016, bom Surabaya tahun 2018 dan bom Medan tahun 2019 sudah dilakukan dengan cepat dan sesuai SOP (Standard Operational Procedure). “Semua pelaku bom dan jaringannya ditangkap oleh personel Densus 88-AT,” ujarnya.
Salah satu dampak dari aksi terorisme adalah terpuruknya perekonomian di Indonesia dan trauma berat bagi para korban yang terkena bom. Namun Indonesia dapat mengelola krisis pasca serangan teroris secara cepat dan terukur.
Pada kesempatan tersebut, Kapolda juga memaparkan tentang Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang yang sangat efektif dalam pelaksanaan preemptive strike untuk pencegahan serangan terorisme hingga antisipasi propaganda hoax terorisme yang disebarkan melalui media sosial.
Usai memberikan presentasi, Kapolda Bali mendapat sambutan meriah dari para peserta world colloquium and national workshop. Selanjutnya, orang nomor satu di Polda Bali ini didaulat untuk memberikan ceramah kepada mahasiswa dan peneliti dari University of Chicago pada Project on Security & Threats.