BeritaDewata.com, Buleleng – Produksi garam di Desa Pejarakan Kecamatan Gerokgak Buleleng hingga saat ini masih terbilang memprihatinkan. Pasalnya harga terpal (Bio Membran) yang mereka gunanya untuk penampungan air laut terbilang sangat mahal bagi para petani. Walaupun harga garam dalam bulan April 2017 ini mulai ada peningkatan harga yang awalnya 500 rupiah perkilogram kini menjadi 1500 rupiah namun para petani masi tetap memiliki berbagai kendala dilapangan.
Rendahnya produksi garam di wilayah yang memiliki luas lahan pertanian garam terbesar di Bali ini masih terkendala beberapa faktor seperti kurangnya Bio Membran/terpal, hujan yang masih berlangsung. Akibatnya, produksi garam yang dihasilkan hanya berkisar 20 % dari panen biasanya saat cuaca normal.
Ketua Kelompok Usaha Garam Rakyat “Bumi Putih” Desa Pejarakan Iksan mengatakan, sejak musim panen berlangsung saat awal tahun sejumlah petani garam di Pejarakan baru mulai melakukan masa panen. Dalam kondisi hujan, panen hanya bisa dilakukan satu bulan sekali. Jika kondisi cuaca normal, hasil produksi garam di desa Pejarakan hanya menghasilkan hingga 4 ton garam persekali panen dalam 10 hari.
Namun sejak awal tahun lalu, para petani garam di Desa Pejarakan yang terdiri dari 150 orang hanya mampu memproduksi 20 ton saja. Untuk mengawali masa proses panen para petani garam harus menunggu 1 bulan penuh dengan berbagai persiapan sebelum masa panen berlangsung.
“Kalau cuaca normal panen bisa 10 hari sekali hanya menghasilkan 4 ton atau 2 ton dan itupun kalau tidak ada hujan. Kalau dari awal 1 bulan masa pembuatan kita menunggu dulu tapi kalau sudah pernah panen 10 hari bisa panen sekali, jika setengah hektar bisa hasilkan 4 ton. Jika garam dari luar pulau Bali masuk otomatis harga disini menurun dratis, apalagi Membran/ terpal yang kami miliki terbatas disamping harganya mahal bisa mencapai 2,5 juta,” Ungkap Iksan di Buleleng, Rabu 7 Juni 2017.
Sementara untuk harga sendiri, saat ini harga garam terbilang cukup tinggi. Di tingkatan petani, harga garam mencapai Rp 1.500 perkilo, sedangkan di pasaran bisa mencapai Rp 2.500 perkilo. Harga ini terbilang tinggi mengingat harga biasanya saat cuaca normal hanya memiliki harga Rp 500 perkilonya.
Lahan Pemkab Buleleng yang mencapai 150 hektar tersebut awalnya merupakan tambak Udang, karena beberapa faktor produksi itu kemudian mangkrak. Masyarakat Desa Pejarakan kemudian mengambil alih pengelolaan itu secara berkelompok untuk dijadikan lahan produksi garam. Desa Pejarakan sendiri merupakan central penghasil garam terbesar yang di pulau Bali. Luas lahan pertanian garam di wilayah tersebut saat ini mencapai 200 hektar yang terbagi atas 50 hektare lahan milik petani (bersertifikat ) dan 150 hektare lainnya milik Pemerintah Kabupaten Buleleng.
Iksan sebagai ketua Kelompok Usaha Garam Rakyat “Bumi Putih” Desa Pejarakan Kecamatan Gerokgak/Buleleng sangat berharap kepada pemerintah Kabupaten Buleleng maupun Provensi Bali agar memberi perhatian khusus kepada para petani saat masa panen berlansung untuk menekan masuknya harga Garam dari luar pulau Bali.