
DENPASAR, BERITA DEWATA – Gubernur Bali Wayan Koster menegaskan bahwa Survei Penilaian Integritas (SPI) bukan sekadar angka atau peringkat, melainkan cerminan sejauh mana birokrasi mampu menolak praktik korupsi, suap, gratifikasi, dan konflik kepentingan dalam pelayanan publik.
“SPI adalah cermin tata kelola pemerintahan kita sendiri. Seberapa kuat kita menjaga integritas dan menolak praktik korupsi,” kata Koster saat membuka Rapat Koordinasi Rencana Aksi Tindak Lanjut SPI 2024 bersama KPK RI secara daring dari Jaya Sabha, Denpasar, Jumat (17/10).
Koster mengatakan, hasil SPI di lingkungan Pemprov Bali selama beberapa tahun terakhir memberikan banyak pembelajaran penting. Ia mengakui masih ada sejumlah area yang memerlukan perbaikan, terutama pada pengelolaan pengadaan barang dan jasa (PBJ), SDM, anggaran, serta pencegahan konflik kepentingan (trading in influence).
“Perlu upaya lebih besar untuk memperkuat dimensi integritas dan pengelolaan PBJ di beberapa unit kerja,” ujarnya.
Menurutnya, tindak lanjut hasil SPI harus dijadikan langkah nyata untuk memperbaiki sistem tata kelola pemerintahan. “Saya berharap setiap perangkat daerah dapat mengevaluasi capaian secara jujur dan objektif. Jangan hanya melihat SPI sebagai kewajiban administrasi, tetapi sebagai tolok ukur keberhasilan reformasi birokrasi,” tegasnya.
Koster juga menyoroti tantangan tata kelola pemerintahan ke depan yang semakin kompleks, mulai dari tuntutan transparansi publik, percepatan digitalisasi, hingga akuntabilitas pelayanan. Ia mengajak seluruh ASN menjadikan integritas sebagai budaya kerja, bukan sekadar slogan.
“Integritas harus hadir di setiap keputusan, program, dan layanan publik yang kita berikan,” kata Koster.
Ia menjelaskan, Pemprov Bali terus memperkuat upaya pencegahan korupsi melalui berbagai langkah strategis, seperti:
- Implementasi e-Government untuk transparansi pelayanan publik,
- Penguatan Whistleblowing System dan kanal pengaduan masyarakat,
- Peningkatan kompetensi aparatur lewat pelatihan antikorupsi,
- Serta kerja sama dengan KPK, BPKP, dan Ombudsman untuk memastikan kebijakan publik berjalan akuntabel.
Langkah ini, lanjut Koster, sejalan dengan visi pembangunan “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana dalam Era Bali Baru, terutama misi ke-22: memperkuat tata kelola pemerintahan yang efektif, efisien, transparan, dan bersih.
“Komitmen terhadap integritas adalah tanggung jawab kita semua. Jadikan hasil SPI sebagai momentum memperkuat tata kelola pemerintahan yang bersih dan berorientasi pada pelayanan publik,” ujarnya menutup sambutan.
Skor SPI Bali Masih Kategori Waspada
Sementara itu, Kasatgas Korsup Wilayah V.2 KPK RI Nurul Ichsan Al Huda menjelaskan bahwa SPI berbeda dengan MCP (Monitoring Center for Prevention). MCP berfungsi memperbaiki tata kelola, sedangkan SPI menilai persepsi publik dan internal soal integritas pemerintah daerah.
Menurut data KPK, skor SPI Pemerintah Provinsi Bali tahun 2024 tercatat sebesar 77,97, atau kategori waspada, turun tipis dari 2023 yang mencatat skor 78,45.
“Masih ada waktu hingga 31 Oktober bagi pemerintah daerah untuk melakukan intervensi menjaga skor SPI-nya,” kata Nurul Ichsan. “Upaya tindak lanjut yang dilakukan hari ini bisa memperbaiki nilai koreksi pada SPI 2024.”
Rapat koordinasi tersebut juga dihadiri oleh Sekda Provinsi Bali Dewa Made Indra, Inspektur Daerah I Wayan Sugiada, serta pimpinan OPD di lingkungan Pemprov Bali.























































