Buleleng – Bocah Desa Anturan Gede Arya Irfan Juliantino (16) yang kini duduk di bangku Kelas I sekolah SMK N 1 Sukasada di Kecamatan Sukasada/Buleleng.
Kemahiran memahat dari Gede Arya Irfan Juliantino yang sering di panggil Tino oleh warga dusun Anyar Desa Anturan, sejak dirinya duduk di bangku kelas 1 SMP PGRI 2 Buleleng yang berlokasi di Anturan, Tino mulai melihat dan belajar memahat serta memainkan gambelan ditetangganya yang bernama Ketut Budiasa (52) yang juga seorang seniman.

Niat Gede Tino sebelum mahir menjadi pemahat dan pemukul gambelan berawal dari sang ayah yang berjanji akan membelikan Gambelan kecil, namun hingga kini keinginan itu belum terpenuhi oleh sang ayah. Akhirnya semenjak duduk di bangku kelas II SMP Gede Tino mulai jengah akan janji orang tuanya itu, ia beraksi belajar dan belajar terus untuk bisa memilik sebuah gambelan.
Beberapa kayu dibentuk dan diukir dengan pahat olehnya dijadikan sebuah ukiran bentuk gambelan pada umumnya, kendati gambelan tersebut berbahan dari besi yang di beli dari rongsokan namu suara mirip dengan gambelan berbahan perunggu maupun kuningan.
Saat di tanya-tanya oleh Beritadewata.com pada (8/1) usai pulang sekolah,Tino menjelaskan secara dalam atas skil yang ia milikinya ”Kelas 1 SMP belajar megambel ditetangga, kemudian bisa megambel dan dipanggil diajak kesana kemari oleh sanggar di Anturan yang dimiliki pak Putu Adi, kemudian kepingin punya gambelan satu. Nah bapak menjanjikan akan membelikan gambelan di desa Sawan sampai diajak kesana hanya melihat-lihat gambelan, padahal sangat berharap sekali punya satu gambelan biar bisa dipakai dirumah untuk belajar tapi bapak hanya berjanji-janji saja sampai sekarang” papar Tino.
Keinginan akan memiliki sebuah gambelan tersebut kembali diutarakan oleh Tino, bahkan anak seumuranya di Desa Anturan hanya Tino yang miliki seni seperti ini “ Mengukir belajar sendiri, awalnya melihat-melihat waktu bapak ngajak kesawan, kegianyar. Menginjak kelas 2 SMP belajar dirumah ngukir kayu membuat badan gambelan dan kakek yang membelikan pahat selengkapnya, terus belajar dan belajar. Dan sekarang sudah dapat menjual gambelan cuman bahanya dari besi tapi hasilnya sama bunyinya dengan yang dari perunggu namun ada sedikit perbedaan dibunyi” jelas Gede Arya Irfan Juliantino.
Kisah kecil dari Gede Arya Irfan Juliantino, semenjak duduk di kelas 3 SD, Tino ditinggal cerai oleh ibu kandunganya Luh Putu Sukereni(41) yang berasal dari Kelurahan Banyuasri, sang Ayah Jro Ngurah Ambara sendiri yang bekerja sebagai wira usaha kemudian pantang menyerah mengasuhnya bersama sibungsung perempuan Kadek Vriska Geovani(12) . Hingga Tino duduk di bangku kelas 3 SMP, Gede Tino mampu menggarap 4 gambelan dan berhasil dijualnya oleh sang pemesan.
Lulus di SMP PGRI 2 Buleleng yang berlokasi di desa Anturan Gede Tino memiliki keinginan bersekolah di SMA lain , namun keburu salah seorang guru dari SMK N 1 Sukasada datang dan menganjurkan agar Gede Tino bersekolah di SMK N 1Sukasada, “ Maunya bersekolah di SMA lain di Singaraja, tapi dari pihak SMK N 1 Sukasada menganjurkan Tino bersekolah disana. Setelah Tino dididik, Tino mempunyai prestasi juara 1 dibidang seni Karawitan” jelasnya.
Sementara sang ayah Jro Ngurah Ambara saat di minta untuk mejelaskan skil yang dimilki oleh Tino mengatakan” Belajar sendiri Tino, tiang juga kaget bersama kakeknya kok sepintar ini Tinonya. Jujur emang pernah tiang janjikan belikan gambelan namun waktu itu harga seperangkat gambelan lengkap 70 jutaan dari mana dapat duit” jelas Jro Ngurah.
Keinginan Tino memiliki gambelan sekarang ini terpenuhi dari hasil karyanya sendiri, namun bocah ini masih memiliki keinginan yang belum terpenuhi mendirikan Sanggar Seni Karawitanyang nantinya mampu mengajarkan anak-anak desa Anturan untuk belajar di bidang seni.