Nusa Dua – Konferensi internasional tentang kelapa sawit dan lingkungan atau International Conference on Oil Palm and the Environment (ICOPE) 2018 telah selesai diselenggarakan akhir pekan ini di Nusa Dua, Bali.
Sebanyak lebih dari 500 peserta dari 30 negara yang hadir di ICOPE 2018 mengikuti rangkaian sesi dalam ICOPE 2018 hingga selesai. Sejumlah bahasan menarik dan rekomendasi solusi bagi keberlanjutan industri kelapa sawit telah dihasilkan dari pertemuan dua tahunan ini.
Chairman ICOPE 2018 JP Caliman, menjelaskan bahwa melihat tren selama 11 tahun terakhr, dari pertama kali ICOPE diadakan, menarik sekali bagaimana dahulu isu dan solusi seputar sawit terfokus pada isu deforestasi hingga kini terdapat beragam inisiatif yang juga merangkul dan melibatkan para petani untuk menyelenggarakan pertanian yang lestari.
“Kondisi umum yang perlu dipenuhi untuk mencapai pertanian berkelanjutan antara lain keterlibatan pemerintah dan teknologi, pendanaan, dan akses ke pasar. Solusi yang diberikan harus beragam, sesuai keinginan petani. Tidak cukup apabila membahas satu model, tetapi harus banyak model,” jelasnya.
Sementara itu menurut Chairman LMC International, James Fry dalam ICOPE 2018, Uni Eropa dinilai mustahil melarang penggunaan minyak sawit, terutama untuk produk pangan, karena alternatif substitusi justru bermasalah serta sulit menggantikan volume pasokan yang begitu besar dalam waktu singkat.
Beberapa alternatif pengganti minyak sawit seperti soyabean oil, rapeseed oil maupun minyak kanola merupakan produk hasil rekayasa genetika yang tidak terlalu disukai oleh masyarakat Eropa. “Jika masyarakat melihat realitas hari ini, saya yakin mustahil bagi Eropa untuk secara mudah menggantikan minyak sawit. Saya yakin konsumen di Eropa tidak akan senang, jika mendadak semua produk pangan yang dia konsumsi mengandung modifikasi genetik,” paparnya.
Senada dengan James Fry, Eddy Esselink, dari European Palm Oil Alliance (EPOA), juga menilai tidak logis dan mustahil untuk menggantikan minyak sawit dengan minyak nabati lainnya. “Penggunaan minyak sawit sudah sangat luas di produk-produk yang dikonsumsi masyarakat Eropa. Tidak mungkin menggantikannya secara mendadak,” paparnya.
Eddy juga menyebut publik perlu mendengar kisah lengkap tentang perkembangan sawit. Menurutnya, kebutuhan minyak nabati akan meningkat seiring dengan penambahan populasi di dunia. Untuk itu keberlanjutan sektor sawit perlu dijaga.
Dalam hal keberlanjutan industri kelapa sawit, Tiur Rumondang, Director of Operations RSPO Indonesia, menilai untuk menuju konsensus global, perlu adanya penggabungan beberapa standar berkelanjutan kelapa sawit yang ada saat ini.
“Ketika ingin ada penggabungan beberapa standar, kita harus lihat kesamaan. Mencari kesamaan ini menjadi tantangannya. Meski demikian, kami siap menggabungkan standar berkelanjutan ISPO ke dalam RSPO. Kami sudah mengakomodir peraturan perundangan-undangan Indonesia yang ada dalam ISPO,” paparnya.
Pembicara dari ICOPE 2018 tahun ini berasal dari berbagai belahan dunia, seperti Amerika Serikat, Swiss, Nigeria, Malaysia, Perancis, Finlandia, Australia, Inggris, Denmark, Kolombia, Belanda, Taiwan, dan banyak lagi.
Beberapa pembicara utama adalah Pascale Bonzom dari UNDP Panama, Lenaic Pardon dari Perancis, Dato Makhdzir Mardan dari CPOC Malaysia, Jamesy Fry dari LMC International, Michael Bucki dari Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia, Andreas Feige dari ISCC dan Tiur Rumondang dari RSPO Indonesia. Menurut rencana, konferensi ICOPE akan diselenggarakan lagi pada tahun 2020 mendatang.