DENPASAR, BERITADEWATA – Wakil Gubernur Bali Prof. Tjok Oka Sukawati memaparkan terkait visi menuju Bali Era Baru yakni suatu era yang ditandai dengan tatanan kehidupan baru, Bali yang Kawista, Bali kang tata-titi tentrem kerta raharja, gemah ripah lohjinawi, yakni tatanan kehidupan yang holistik yang meliputi 3 (tiga) dimensi utama, yaitu dimensi pertama bisa menjaga keseimbangan Alam, Krama, dan Kebudayaan Bali, Genuine Bali, dimensi kedua, bisa memenuhi kebutuhan, harapan, dan aspirasi krama Bali dalam berbagai aspek kehidupan serta dimensi ketiga adalah mampu mengelola manajemen resiko atau risk management atau memiliki kesiapan yang cukup dalam mengantisipasi munculnya permasalahan dan tantangan baru dalam tataran lokal, nasional, dan global yang akan berdampak secara positif maupun negatif terhadap kondisi di masa yang akan datang.
Hal ini dijabarkannya saat diundang sebagai pembicara dalam Forum Group Discussion (FGD) Naskah Akademik Perda Kawasan Suci Gunung dan Danau Tahun 2023, di Gedung Rektorat UNHI, Kamis (11/5).
Ditambahkan Wagub Cok Ace, visi menuju Bali Era Baru diwujudkan dengan menata secara fundamental dan komprehensif pembangunan Bali yang mencakup tiga aspek utama Alam, Krama, dan Kebudayaan Bali berdasarkan nilai-nilai Tri Hita Karana, yang bersumber dari nilai-nilai kearifan lokal Sad Kerthi, yaitu Penyucian dan Pemuliaan Atman/Jiwa (Atma Kerthi), Penyucian dan Pemuliaan Pantai dan Laut (Segara Kerthi), Penyucian dan Pemuliaan Sumber Air (Danu Kerthi), Penyucian dan Pemuliaan Tumbuh-tumbuhan (Wana Kerthi), Penyucian dan Pemuliaan Manusia (Jana Kerthi), dan Penyucian dan Pemuliaan Alam Semesta (Jagat Kerthi).
Alam Bali, merupakan alam yang sangat indah berisi laut/ pantai, danau, sungai, dan gunung serta pegunungan, gunung di hulu, dan pantai di hilir sehingga terjadi bentangan Alam Nyegara-Gunung. Tempo Dulu, Alam Bali masih sangat bersih, asri, dan lestari, karena penduduk masih sedikit, kehidupan tradisional dan alami, tidak ada pariwisata, dan tidak ada penggunaan pupuk kimia serta pestisida.
Alam Bali masa kini, dengan luas Provinsi Bali sekitar 5.590,15km² memiliki 24 gunung, termasuk Gunung Agung dan Gunung Batur merupakan gunung berapi yang masih aktif; dan 4 (empat) danau yaitu: Danau Batur, Danau Beratan, Danau Buyan, dan Danau Tamblingan.
Ketika gunung dan Danau menjadi daya tarik pariwisata, menimbulkan potensi tindakan-tindakan yang bertentangan seperti pembangunan akomodasi pariwisata di sekitar gunung dan danau serta aktivitas manusia yang merusak hutan di Gunung, mencemarkan lingkungan dan wisatawan yang menodai kesucian kawasan Gunung dan Danau.
Pencemaran lingkungan juga dapat menyebabkan debit air danau semakin berkurang dan ekosistemnya semakin rusak yang berimplikasi pada ancaman ketersediaan air bersih serta keanekaragaman hayati.
Kesucian alam Bali yang semakin menurun berimplikasi pada ancaman menurunnya Taksu Bali. Memahami Taksu Bali tidak cukup dengan melihatnya sebagai kekuatan supranatural belaka. Akan tetapi, Taksu Bali merupakan sebuah ranah eksistensi yang melibatkan konsepsi ruang, waktu, dan tindakan masyarakat Bali yang bersumber dari kebudayaan Bali yang dijiwai Agama Hindu.
Oleh karena itu, untuk membangkitkan Taksu Bali diperlukan upaya pelindungan kawasan suci Gunung dan Danau. Secara niskala pelindungan, pelestarian, dan pemeliharaan kesucian gunung dan danau dilaksanakan melalui upakara Sad Kerthi, yaitu Penyucian dan Pemuliaan Sumber Air (Danu Kerthi), Penyucian dan Pemuliaan Tumbuh-tumbuhan (Wana Kerthi).
Secara sakala, upaya memelihara dan melestarikan alam Bali dilaksanakan dengan regulasi, kebijakan, dan program untuk konservasi alam: perlindungan tempat tempat suci, laut, danau, sungai, campuhan, klebutan, sumber mata air lain, gunung, hutan, tumbuh-tumbuhan (pertanian dan perkebunan), dan lingkungan alam sehingga alam bali menjadi hijau, indah, dan bersih.
Saat ini, Pemerintah Provinsi Bali telah mengeluarkan kebijakan berupa Peraturan Gubernur Bali Nomor 24 Tahun 2020 tentang Pelindungan Danau, Mata Air, Sungai, dan Laut. Peraturan Gubernur Bali Nomor 25 Tahun 2020 tentang Fasilitasi Pelindungan Pura, Pratima, dan Simbol Keagamaan, serta Surat Edaran Nomor 04 Tahun 2022 tentang Tata Titi Kehidupan Masyarakat Bali Berdasarkan Nilai-Nilai Kearifan Lokal Sad Kerthi dalam Bali Era Baru. Sehingga regulasi tentang Kawasan Suci diharapkan akan mampu memperkuat Peraturan Gubernur yang terkait dengan Pelindungan Alam Bali.
Upaya niskala dan sakala ini diharapkan dapat mengembalikan kesucian dan Taksu Bali, menjadikan Bali sebagai Padma Bhuwana, yakni Bhuwana Paraga (Mental Diri-Kolektif Mendunia), Bhuwana Desa (Bali sebagai Tempat Aktualisasi Prestasi Mendunia), dan Bhuwana Citta (Bali sebagai Inspirasi Dunia).
Made Noviani selaku Ketua Panitia mengatakan bagi umat hindu di Bali, gunung dan danau juga merupakan tempat bersemayam para dewa. Teks-teks seperti Tantu Pagelaran, Usada Bali, Babad Pasek dan Kuttara Kanda Dewa Purana Bangsul menyebutkan hal tersebut.
Dalam konsep Padma Mandala, dunia dipandang bagai bunga padma yang mekar, sebagai wujud sebuah gunung. Gunung dihormati sebagai stana para Dewa. Dewa yang bersemayam di gunung sesuai dengan arah mata angin. Merawat gunung sama artinya merawat palinggih Bhatara.
Inilah mengapa, dibangun tempat suci di sekitaran gunung dan danau. Karena gunung dan danau menjadi orientasi teologi umat Hindu di Bali, maka kesuciannya terus dijaga. Teks Siwa Tattwa Purana bahkan menyebut Ukir (Gunung), Ranu (danau) dan Segara (laut) sebagai penguluning bhuwana atau hulunya dunia. Ketiga kosmos ini sangatlah berpengaruh pada keseimbangan Bali.
Pesan lain yang ingin disampaikan yakni secara ekologis ketiga kosmos ini harus dijaga karena perannya yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Ketika gunung, hutan, danau, laut rusak dan tercemar, maka kualitas hidup manusia akan semakin buruk. Ini artinya, secara spiritual, mitologis, ekologis, dan tentunya secara filosofis gunung dan danau sangat penting artinya bagi umat Hindu di Bali.