Dialog Sastra, Bahasa Ibu dalam Ekspresi Generasi Kini

Pengamat budaya, Titah Pratyaksa

Gianyar – Dialog Sastra #58 di Bentara Budaya Bali (BBB) kali ini akan mendialogkan perihal Bahasa Ibu, khususnya dalam ekspresi Generasi Kini. Tampil sebagai narasumber dua sosok muda, yakni sastrawan Putu Supartika, serta akademisi dan pengamat budaya, Titah Pratyaksa, Diskusi ini akan berlangsung pada Minggu (4/2) Pukul 18.00 WITA, di Jl. Prof. Ida Bagus Mantra No.88A, bypass Ketewel, Gianyar.

Dialog sastra ini selaras memaknai Hari Bahasa Ibu Internasional yang diperingati setiap tanggal 21 Februari. Dua narasumber akan mendiskusikan mengenai bagaimana bahasa Ibu dapat mewakili ekspresi generasi kini di tengah ramainya penggunaan media sosial, berikut kemunculan bahasa-bahasa ‘gaul’ yang menyertainya.

Selain itu, keduanya juga berbagi perihal upaya mereka untuk memperjuangkan bahasa ibunya sebagai sarana ekspresi. Bukan semata perkara romantisme atau mengagungkan masa lampau, melainkan upaya menyikapi aneka problematik kekinian di era multimedia yang serba lekas dan bergegas.

Hari Bahasa Ibu Internasional ditetapkan oleh UNESCO pada 17 November 1999 dan secara rutin diperingati di seluruh dunia sejak tahun 2000. Peringatan ini berasal dari pengakuan internasional terhadap Hari Gerakan Bahasa yang dirayakan di Bangladesh, sekaligus diniatkan untuk menyuarakan perdamaian, kesadaran linguistik, keanekaragaman budaya dan multibahasa.

Namun jauh sebelum penetapan Hari Bahasa Ibu Internasional tersebut, sastrawan Ajip Rosidi telah menggagas Hadiah Sastra Rancage sebagai salah satu upaya merawat dan memuliakan Bahasa Daerah atau Bahasa Ibu. Hadiah Sastra Rancage merupakan penghargaan yang diberikan kepada orang-orang yang dianggap telah berjasa bagi pengembangan bahasa dan sastra daerah.

Putu Supartika merupakan penulis Bali yang meraih penghargaan Rancage ini pada tahun 2017 lalu, bersama 10 sastrawan lainnya. Supartika telah menerbitkan buku kumpulan cerpen berbahasa Bali berjudul Yen Benjang Tiang Dados Presiden dan kumpulan puisi berjudul Lelakut.

Ia tak hanya menulis dalam Bahasa Bali, namun juga Bahasa Indonesia. Kini ia tengah mengelola web Suara Saking Bali yang berisi jurnal sastra Bali modern.

“Saya banyak berharap terhadap perkembangan sastra, khususnya yang menggunakan bahasa Ibu yakni dari segi pembaca, jumlah penulis yang meningkat, serta perhatian dari pemerintah agar bahasa Ibu kita bisa tetap eksis” ungkap I Putu Supartika.

Sebuah bahasa konon layaknya organisme. Maka, niscaya karena itu, tidak sedikit bahasa-bahasa di dunia ini yang perlahan menghilang dan punah. Bahasa Kawi atau Bahasa Jawa Kuno, berikut tulisannya, juga tengah menghadapi dilema seperti itu.

Banyak pihak yang prihatin dan mencoba melakukan upaya-upaya konservasi, terlebih mengingat bahwa banyak karya-karya besar semisal Kitab Sutasoma, Negarakertagama dan lain-lain, terbukti mengandung keindahan bahasa sekaligus bermuatan nilai-nilai serta ajaran luhur kemanusiaan.

Narasumber I Gede Titah Pratyaksa, akan mengurai lebih jauh perihal penggunaan Bahasa Ibu dari sudut pandang ilmu komunikasi dan budaya media.

Titah merupakan alumni S2 Magister Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Sedari kuliah aktif dalam berbagai kegiatan pers kampus seperti UKM Atma Jaya Broadcasting Network (ABN), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Atma Jaya Yogyakarta (2009-2010), UKM Teras Pers, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Atma Jaya Yogyakarta (2010-2011), Persatuan Wartawan Indonesia (2014 – sekarang), dll.

Ia pernah menjadi kontributor Koran Bali Travel Newspaper di Daerah Istimewa Yogyakarta (2009-2014), Wartawan Koran Harian Jogja (2012), dan kini menjadi Dosen Tidak Tetap STAHN Mpu Kuturan Singaraja. Ia meraih The 1ST Winner of The Ratu Boko Journalist Writing Contest (2012), Juara Harapan I Lomba Menulis Artikel dan Foto Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta (2012), Juara II Lomba Fotografi dalam acara Pemuda Hindu Fair Yogyakarta (2013), Peserta Foto Terbaik Workshop Menulis Dunia Traveling (‘Let’s Go to the Trip) oleh Tirana House Yogyakarta (2014), dll.

Sebarkan Berita ini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here