
Beritadewata.com, Singaraja – Menyambut Hari Raya Nyepi Caka 1939 masyarakat Bali menyambut dengan Antusias, perayaan yang tepat jatuh pada Selasa 28/3/2017 atau yang sering disebut Sasih Kesanga oleh masyarakat Hindhu di Bali. Sebelum menyambut Hari Raya Nyepi masyarakat Hindhu di Bali 3 hari sbelumnya melakukan Pamelastian ke pantai atau tempat lainya. Perayaan Nyepi ini juga di meriahkan masyarakat dengan membuat ogoh – ogoh berbagai jenis bentuk untuk di giring kejalan raya, namun di Desa Tukad Mungga Buleleng Bali, perayaan ogoh-ogah di laksanakan dua hari sebelum hari pengerupukan (Pecaruan).
Warga Desa Pakraman Tukad Mungga ini haru kali ini melaksanakan hal tersebut dikarenakan pada hari Pengrupukan (Pecaruan) Krama Adat akan melaksanakan tradisi Megebeg – gebegan seperti tradisi Omed – omedan diwilayah Bali selatan, hal tersebut sepeti yang diceritakan Klian Adat Desa Pakraman Tukad Mungga Ketut Wicana, Sabtu, 25 Maret 2017.
“Kalau misalnya dalam Megebeg – gebegan atau event lainya, kita didesa Tukad Mungga ini dalam keadaan stabil aman dan nyaman. kenapa pelaksanaan ini agar didahului karena permintaan dari warga kami sendiri terutama pada anak – anak remaja, ya kami isi keinginannya tapi ini bukan lomba hanya parada. Kalau itu lomba jelas baik dari segi penilaian jauh berbeda, dan kami sudah undang sebelumnya untuk diberikan paparan- paparan agar dalam parada nanti tidak ada suatu gesekan antar warga yang membuat persatuan didesa itu tidak bagus,” papar Wicana.
Krama Desa Adat Tukad Mungga dibagi delapan banjar adat dan tersebar diberbagai desa seperti krama adat Banyualit desa kalibukbuk kecamatan Buleleng, Krama Adat Asah, Lebah Desa Kaliasem Kecamatan Banjar dan empat Banjar Adat yang ada di Desa Tukad Mungga sendiri Banjar Adat Darma Semadi, Darma Jati, Darma Kerti, Darma Yadnya.
Dalam Parada yang digelar pada pukul 15:00 Sabtu 25/3, yang mengikuti parada hanya empat Banjar Adat yang ada di Tukad Mungga itu sendiri dengan jumlah penduduk mencapai 3500 orang. Tujuan Parada ogoh- ogoh dilaksanakan sebelum Pecaruan yang nantinya ada tradisi Megebeg-gebegan Klian Adat.
“Gagasan ini sudah dari tahun 2015 baru kali ini bisa dilaksanakan. Kenapa baru saya mengambil ide atau tindakan seperti itu karna sebelumnya kami melihat, sebelumnya bukan karna siapa yang salah dalam hal ini, karna bertujuan ingin menyelipkan edukatif kependidikan untuk kita bersama yang dilandasi dengan sila “Tat Twam Asi” mereka itu adalah saya dan saya juga adalah mereka. Sehingga kalau nantinya ada sedikit sesuatu terjadi yang namanya perasan wajar, tapi kami tekankan kalau ingat Tat Twam Asi mungkin kesalahan temen yang sedikit bisa kita lepaskan sehingga tidak ada unsur pribadi. Itu yang kami harapkan kepada warga kami yang nantinya bisa trus bersatu menjaga keamanan di desa Adat,” Terang Wicana.
Seperti yang disampaikan Klian adat, tahun 2015 tidak ada peryaan seperti ini hanya baru kali ini bisa dilaksanakan atas dasar usulan dari Krama Adat. Parada Ogoh-ogoh pun di mulai tepat pukul 15 :00 ribuan warga berdatangan memadati pertigaan desa Tukad Mungga tempat acara yang di gelar panitia desa adat lan dines, Beberapa banjar adat mulai melakukan Parada dengan berbagai cerita pewayangan dan melibatkan 75 orang, peserta setiap banjar adat dengan di iringi gambelan dan berbagai tarian Bali.
Seperti Banjar Adat Darma Kerti dengan menceritakan “Siung Adhi Kala”. Dimana lahirya sang kala yang membuat dunia menjadi panas atas ulahnya, hancurnya dunia ini yang disebabkan oleh Sang Hyang Kala yang ingin mencari jati dirinya (ayah dan ibunya) sebelum Batara Siwa mengakui bahwa Sang Hyang Kala sebagai anaknya yang sakti mantra guna terlebih dulu Sang Hyang Kala disuruh mencabut taringnya. Sesudah Sang Hyang Kala mencabut taring yang ada di mulutnya Batara Siwa pun akhirnya mengakui dan menganugrahi nama “Siung Adhi Kala”.