DENPASAR, BeritaDewata – Kejaksaan Tinggi Bali diminta menghentikan penanganan perkara yang menjerat owner dan Direktur Utama PT Geria Wijaya Prestige (GWP/Hotel Kuta Paradiso) Harijanto Karjadi karena legal standing (alas hak) pelapor perkara tersebut saat ini tidak sah secara hukum.
Boyamin Saiman, kuasa hukum PT GWP, menegaskan dengan putusan perkara perdata Nomor 555/Pdt.G/2018/PN Jkt. Utr, pada Selasa (15/10/2019), yang antara lain menyatakan bahwa Bank China Construction Bank Indonesia/Bank CCB (tergugat I) dan Tomy Winata (tergugat II) telah melakukan perbuatan melawan hukum terkait dengan pengalihan hak tagih piutang PT GWP dari Bank CCB ke TW tertanggal 12 Februari 2018, maka otomatis perkara yang menjerat kliennya menjadi bermasalah karena tidak memenuhi syarat formal atau tertolak untuk sementara sampai putusan perkara perdata itu berkekuatan hukum final (inkracht).
“Jadi sambil menunggu putusan perkara perdata itu berkekuatan hukum tetap, maka seluruh turunan perkara pidana lainnya harus di-pending. Ini artinya, perkara yang menjerat klien saya, Harijanto Karjadi, harus distop lebih dulu. Kejaksaan harus menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) demi asas kepastian hukum,” katanya Senin (21/10).
Seperti diberitakan, setelah menerima pengalihan hak tagih piutang PT GWP dari Bank CCB pada 12 Februari 2018 melalui akta bawah tangan, Tomy Winata lewat kuasa hukumnya, Desrizal Chaniago, melaporkan kakak-beradik Hartono Karjadi dan Harijanto Karjadi pada 27 Februari 2018 ke Ditreskrimsus Polda Bali terkait dugaan memberikan keterangan palsu dalam akta otentik gadai saham dan dugaan penggelapan. Saat ini, Harijanto Karjadi menjadi tahanan Kejaksaan Tinggi Bali setelah berkas perkaranya dinyatakan P-21.
Peristiwa yang dilaporkan TW dan menjerat Harijanto sesungguhnya terjadi pada 14 November 2011, di mana saat itu TW sama sekali tidak mempunyai hubungan hukum dengan rapat umum pemegang saham PT GWP yang menyetujui pengalihan atau jual-beli saham milik Hartono Karjadi kepada adiknya, Sri Karjadi, yang memang saat itu masih berstatus digadaikan sebagai jaminan utang PT GWP. Fireworks sendiri telah memberikan persetujuan sebelum dilakukan peralihan saham dari Hartono Karjadi kepada Sri Karjadi.
Boyamin mengungkapkan dalam putusan perkara perdata Nomor 555 sehubungan dengan gugatan yang diajukan Fireworks Ventures Limited yang diwakili Law Firm Berman Sitompul & Partners tersebut, majelis hakim PN Jakut telah membatalkan akta pengalihan hak tagih piutang PT GWP dari Bank CCB ke TW, sekaligus menyatakan bahwa akta tersebut tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) tersebut menegaskan bahwa putusan No. 555 itu menempatkan Fireworks sebagai satu-satunya pemegang tunggal hak tagih piutang PT GWP yang timbul dari Perjanjian Kredit No. 8, tanggal 28 November 1995 antara kreditur bank sindikasi dengan PT GWP dan Harijanto Karjadi sebagai penjamin utang tersebut.
“Dengan demikian, legal standing yang jadi dasar pelaporan perkara Harijanto Karjadi untuk sementara harus dinyatakan tidak sah atau gugur sampai putusan No. 555 berkekuatan hukum tetap,” kata Boyamin Saiman.
Selain melaporkan Hartono Karjadi dan Harijanto Karjadi ke Ditreskrimsus Polda Bali, TW juga diketahui mengajukan gugatan wanprestasi kepada PT GWP dengan menuntut ganti rugi lebih dari US$31 juta.
Namun gugatan dalam perkara No. 223/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Pst. itu ditolak seluruhnya oleh majelis hakim yang diketuai Sunarso dalam sidang pembacaan putusan di PN Jakpus pada 18 Juli 2019 yang diwarnai insiden penganiayaan yang dilakukan Desrizal, kuasa hukum TW, dengan menyabetkan ikat pinggang ke hakim ketua Sunarso dan mengenai satu hakim anggota, Duta Baskara. Perkara yang menjerat Desrizal tersebut kini tengah disidangkan di PN Jakpus. TW sendiri diketahui mengajukan banding atas putusan perkara No. 223.