Denpasar – Sejumlah catatan tak lepas dari perjalanan Gde Sumarjaya Linggih (GSL) politisi asal Buleleng yang saat ini menjabat sebagai Plt. ketua DPD Golkar Provinsi Bali.
Seperti diketahui pada Januari 2016 lalu, Gde Sumarjaya Linggih yang juga menjadi anggota Badan Anggaran (Banggar) menjanjikan suatu imbalan ke daerah pemilihannya yakni Bali.
Syarifuddin Sudding yang saat itu menjadi Anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) menjelaskan, anggota DPR RI Gde Sumarjaya Linggih diduga telah melakukan pelanggaran
“Terkait soal anggaran Dapil. Jadi saat itu dia menjabat sebagai anggota banggar, dengan menjadikan sesuatu terhadap orang mewujudkan anggaran jadi ada imbalan,” ujar Sudding seperti dikutip Teropongsenayan.
Ada dugaan, laporan itu terkait terkait dugaan penipuan dan jual beli anggaran di DPR. Pelapor merasa dirugikan karena terlanjur menyetor uang Rp 2,5 miliar yang terkait dengan pembangunan infrastruktur. Setelah uang diberikan, ternyata anggaran Rp 30 miliar tidak pernah ada.
Saat itu, MKD juga membentuk membentuk panel untuk mengusut dugaan pelanggaran etik berat terhadap Sumarjaya Linggih.
Dalam perkembangannya, masyarakat meminta penjelasan perkembangan kasus Gde Sumarjaya Linggih di MKD dan laporan itu tidak mandeg. Dan jika ada putusan harus diumumkan. Masyarakat Bali layak tahu hasilnya.
Jika MKD menyatakan tidak bersalah, maka Sumarjaya Linggih harus terus berkiprah di Bali. Namun jika terbukti bersalah, KPK harus menindaklanjuti dan memanggil Gde Sumarjaya atas dugaan penerimaan gratifikasi Rp. 2,5 milyar untuk membeli proyek infrastruktur Rp 30 milyar.
DENPASAR – Paska I Ketut Sudikerta ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan penipuan dan penggelapan jual beli tanah milik Duwe Pura Jurit Uluwatu, di Desa Pecatu, Kuta Selatan, perubahan juga terjadi di kepengurusan DPD Partai Golkar Provinsi Bali.
Sudikerta sebelumnya menjabat Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Bali, namun seiring status hukumnya, posisi Sudikerta sebagai ketua DPD Golkar Bali digantikan oleh Gde Sumarjaya Linggih atau Demer sebagai Plt Ketua DPD Partai Golkar Bali.
Kepastian pemberhentian Sudikerta sekaligus pengangkatan Sumarjaya Linggih ini tertuang dalam Surat Keputusan (SK) DPP Partai Golkar Nomor Kep-362/ DPP/ Golkar/ XII/ 2018 tertanggal 4 Desember 2018. SK tersebut ditandatangani oleh Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartanto dan Sekjend Lodewijk F Paulus.
Namun sejumlah catatan juga tak lepas dari perjalanan politisi asal Buleleng selama menjabat sebagai anggota DPR-RI periode 2014-2019.
Seperti diketahui pada Januari 2016 lalu, Gde Sumarjaya yang juga menjadi anggota Badan Anggaran (Banggar) menjanjikan suatu imbalan ke daerah pemilihannya yakni Bali.
Syarifuddin Sudding yang saat itu menjadi Anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) menjelaskan, anggota DPR RI Gde Sumarjaya Linggih diduga telah melakukan pelanggaran
“Terkait soal anggaran Dapil. Jadi saat itu dia menjabat sebagai anggota banggar, dengan menjadikan sesuatu terhadap orang meuwujudkan anggaran jadi ada imbalan,” ujar Sudding seperti dikutip Teropongsenayan.
Ada dugaan, laporan itu terkait terkait dugaan penipuan dan jual beli anggaran di DPR. Pelapor merasa dirugikan karena terlanjur menyetor uang Rp 2,5 miliar yang terkait dengan pembangunan infrastruktur. Setelah uang diberikan, ternyata anggaran Rp 30 miliar tidak pernah ada.
Saat itu, MKD juga membentuk membentuk panel untuk mengusut dugaan pelanggaran etik berat terhadap Sumarjaya Linggih.
Dalam perkembangannya, masyarakat meminta penjelasan perkembangan kasus Gde Sumarjaya Linggih di MKD dan laporan itu tidak mandeg. Dan jika ada putusan harus diumumkan. Masyarakat Bali layak tahu hasilnya.
Jika MKD menyatakan tidak bersalah, maka Sumarjaya Linggih harus terus berkiprah di Bali. Namun jika terbukti bersalah, KPK harus menindaklanjuti dan memanggil Gde Sumarjaya atas dugaan penerimaan gratifikasi Rp. 2,5 milyar untuk membeli proyek infrastruktur Rp 30 milyar.