Denpasar – Para pemerhati dan aktifis anak di Bali akhirnya mendeklarasikan “Bali Bersih dari Pelaku Pedofilia”. Deklarasi dilakukan di Denpasar, Senin (4/3). Deklarasi dilakukan secara simbolis dengan menandatangani pernyataan perang terhadap kasus pedofilia yang ditandatangi oleh puluhan aktifis dalam kain putih berukuran besar.
Selain membubuhkan tanda tangan perang terhadap pelaku pedofilia di Bali, para aktifis juga menulis berbagai harapan dalam meminimalisir kasus pedofilia di Bali. Sebelum pembubuhan tanda tangan, acara dimulai dengan pencerahan dari para pembicara dari berbagai elemen masyarakat di Bali. Mereka berasal dari LBH Apik Bali, Yayasan Manikaya Bali, Yayasan Project Karma Indonesia Bali, para pakar hukum, seniman, budayawan, Lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak Provinsi Bali dan berbagai awak media.
Menurut Luh Anggreni dari LBH Apik Bali mengatakan, kasus pedofilia merupakan salah satu kasus yang sangat sulit ditangani. Hal ini disebabkan, dalam proses penanganannya biasanya para korban sama sekali tidak merasa sebagai korban karena segala kebutuhan materi dipenuhi, korban tidak mau mengaku karena malu berurusan dengan keluarga korban, dan pelaku umumnya adalah orang kaya, tokoh, memiliki jaringan dan seterusnya.
“Dalam penanganan kasus pedofilia, para petugas, pendamping, bahkan polisi sekalipun kesulitan dalam menemukan saksi korban. Korban tidak mau menjadi saksi. Korban malu atau bahkan korban malah tidak merasa sebagai korban. Padahal sudah diketahui jika itu merupakan perbuatan seksual yang mengarah ke kasus pedofilia,” ujarnya.
Ia mengakui, di Bali kasus pedofilia sebenarnya cukup banyak dan lebih banyak melibatkan orang asing dari berbagai negara di dunia. Para pelaku umumnya orang asing. Mereka mengiming-imingi korban dengan uang, HP, harta dan sebagainya. Namun saat ditangani, para korban umumnya tidak mau disebagai korban karena mereka merasa itu merupakan hal yang biasa serta segala kebutuhannya dipenuhi.
Ia menyebut di Buleleng misalnya, pernah kasusnya sudah disidangkan, sudah diproses namun korban akhirnya mencabut laporannya karena iming-iming materi juga. Ia meminta agar para aktifis yang menangani kasus serupa agar mengantongi dulu saksi korban sebelum kasusnya dinaikan ke kepolisian.
Sementara Legal Representative Yayasan Project Karma Indonesia Provinsi Bali Y.B Seran mengatakan, perlindungan anak Indonesia dan khususnya Bali dari kekerasan seksual anak sangat penting dilakukan. Yayasan Project Karma Indonesia Bali juga sudah melakukan berbagai upaya sosialisasi pencegahan, penanganan, hingga upaya pemulihan terhadap korban kekerasan pedofilia di Bali.
Terkait dengan dugaan kasus pedofilia yang menyeret salah satu tokoh spiritual Bali di Ashram Klungkung, menurut Seran, pihaknya terus mendorong agar Polda Bali untuk terus melakukan penyelidikan dengan berbagai sumber daya yang ada.
“Kami terus mengikuti perkembangan kasus pedofilia yang diduga melibatkan salah satu tokoh spiritual Bali. Kami mendorong agar kasus ini terus mendapatkan perhatian dari Polda Bali. Kasus ini telah mendapatkan perhatian publik, sehingga menjadi terang dan jelas, siapa saja pelakunya, melibatkan siapa saja, korbannya ada dimana sekarang dan seterusnya,” ujarnya.
Ia juga membantah jika yayasan yang dipimpinnya merupakan kekuatan kapitalis asing yang ingin mengambil keuntungan di Bali sehingga terus menyoroti kasus pedofilia yang diduga melibatkan tokoh spiritual Bali. Yayasan Project Karma sudah ada di beberapa negara di dunia yang dengab gigih membela dan menangani kasus kekerasan seksual terhadap anak.
Misinya membela hak-hak korban hingga pemulihan kondisi psikologinya. “Kami menolak keras jika kami adalah representasi kapitalis asing di Bali yang ikut campur dengan kasus pedofilia yang diduga melibatkan tokoh spiritual Bali,” ujarnya.