MOUPONGGO, BERITADEWATA – Suksesi pemilihan kepala desa (Pilkades) serentak di Kabupaten Nagekeo, NTT sangat terasa. Ada 31 desa di Nagekeo yang akan menggelar Pilkades serentak dan 10 desa di antaranya berasal dari Kecamatan Mauponggo. Pemilihan kepala desa secara serentak akan digelar pada 17 November 2021.
Sementara jadwal kampanye para calon kepala desa sudah terjadi sejak tanggal 11 November 2021 sampai tanggal 13 November 2021. Salah satu jenis kampanye adalah kampanye dialogis dimana para calon menyampaikan visi dan misinya lalu dibuka dialog dengan masyarakat.
Ketua Panitia Pemilihan Kepala Desa, Desa Lodaolo Heri Nuwa menjelaskan, di Desa Lodaolo ada tiga calon yang ikut bertarung yakni Emanuel Kristo Ndala Wolob dengan nomor urut 1, Wilbrodus Raga dengan nomor urut 2 dan Fransiskus Bule dengan nomor urut 3.
“Kalau berdasarkan mekanisme yang ada maka dalam kampanye dialogis hanya terdiri dari seremoni pembukaan, sambutan-sambutan kemudian acara diserahkan kepada moderator untuk memimpin agar para calon menyampaikan visi dan misinya lalu dibuka sessie dialog dengan audiens. Namun kami di Desa Lodaolo mengemasnya secara berbeda, jadi seperti debat dalam pemilihan presiden (Pilpres),” urainya saat dikonfirmasi Minggu (14/11/2021).
” Kemasan acara khususnya kampanye dialogis ini mungkin yang pertama dan berbeda di Kabupaten Nagekeo. Tujuannya, agar edukasi politik harus dimulai dari desa, kualitas pemimpin harus digali dan dimulai dari desa. “Jadi ini debat Pilkades rasa Pilpres. Masyarakat silahkan menilainya, bagaimana kualitas kepala desa yang akan dipilihnya,” ujarnya.
Dalam mekanisme kampanye dialogis di Desa Lodaolo, para calon tidak hanya menyampaikan visi misi dan berdialog dengan masyarakat. Acara dikemas dengan sangat rapih yang dipimpin oleh moderator yang sangat berpengalaman di bidangnya yakni saudara Arnoldus Dhae, seorang jurnalis Media Indonesia. Tata tertib (Tatib) sangat ketat dengan standar yang tinggi.
“Yang berbeda di Desa Lodaolo adalah ada sessie materi panel, dimana materi tersebut dibacakan atau disampaikan oleh moderator dan kemudian akan dilemparkan kepada para calon untuk menanggapi, menjelaskan, sesuai konteks kekinian dalam pembangunan di desa. Kemudian ada debat antara para calon, mereka diminta untuk saling bertanya dan saling menanggapi. Jadi seperti debat Pilpres,” ujarnya. Kemudian baru dilanjutkan dengan pertanyaan dari audiens sebagaimana biasanya.
Menurut Heri, idealnya mekanisme kampanye dialogis seperti ini menjadi model untuk hajatan Pilkades di Nagekeo. Namun masih banyak desa yang dengan keterbatasan SDM belum bisa melakukannya. Ke depannya, model seperti ini perlu diformulasikan secara standar agar kader yang akan tampil nanti benar-benar kader yang berkualitas.
Namun model ini harus by koordinasi dengan calon sebab kualitas personal calon di tiap desa tidaklah sama. Semoga Pilkades Desa Lodaolo menjadi contoh bagi desa lainya di Nagekeo.