Butuh Penanganan Serius, Kasus Rabies di Bali Masih Tinggi

"Workshop Penyusunan Rencana Kegiatan Kabupaten/Kota untuk Pengendalian dan Penanggulangan Rabies di Provinsi Bali", di Kuta, Senin 10 April 2023. (dokbd)

DENPASAR, Berita Dewata – Kasus Rabies pada Hewan Penular Rabies sampai April 2023 mencapai 147 kasus dan kasus tertinggi terjadi di Kabupaten Karangasem sebanyak 36 kasus. Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, Nurul Hadi Kristiantri di acara “Workshop Penyusunan Rencana Kegiatan Kabupaten/Kota untuk Pengendalian dan Penanggulangan Rabies di Provinsi Bali”, di Kuta, Senin 10 April 2023.

Dijelaskan Nurul, tahun 2023 rata-rata kasus gigitan mencapai 3.604 per bulan, atau sebanyak 120 kasus, gigitan per hari meningkat dibandingkan tahun 2022 yakni sekitar 105 kasus gigitan per hari atau sebesar 3.142 per bulan.

Kasus Gigitan tertinggi terjadi di Kabupaten Buleleng sebanyak 1.912 kasus. Kasus Gigitan sampai bulan Maret sudah mencapai 10.811 kasus, sebanyak 6.489 diantaranya diberikan VAR. VAR yang telah dihabiskan sekitar 19.075 vial.

“Kasus Lyssa tahun 2023 tercatat 2 kasus, keduanya dari Kabupaten Jembrana, tentunya untuk bisa menagani ini dibutuhkan komitmen bersama, termasuk dari pemerintah kabupaten/kota dalam penanganan rabies,” jelasnya.

Sejauh ini, lanjut Nurul, pemerintah kabupaten/kota sudah memiliki alokasi anggaran khusus rabie baik mencakup pengadaan vaksin, dan pelaksanaan vaksinasi.

“Cakupan vaksinasi sampai dengan 9 April 2023, kita sudah mencapai 31,78 persen. Target kami sampai Juni itu kita bisa mencapai 80 persen,” sebutnya.

Hanya saja, diakuinya, karena keterbatasan dana, pihaknya mengharapkan dukungan dari IAKMI dari semua pihak, untuk mendukung mencapai target tersebut.

Diungkapkan, Ketua Pengurus Daerah (Pengda) Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Bali, Ni Made Dian Kurniasari menyatakan komitmennya untuk mendorong percepatan dan pengendalian rabies di Bali.

Pihaknya juga sudah melakukan advokasi ke kabupaten/kota, dan dari sana kita menemukan berbagai praktik baik dan juga ada beberapa kendala yang memang juga harus dikomunikasikan dan didiskusikan lebih lanjut.

“Melaui kegiatan Workshop Penyusunan Rencana Kegiatan Kabupaten/Kota untuk Pengendalian dan Penanggulangan Rabies di Provinsi Bali, diharapkan membuahkan capaian positif dan signifikan,” harapnya.

Workshop yang berlangsung dua hari ini mendapat dukungan APCAT dan The Union, guna bersama-sama mengidentifikasi, apa saja permasalahan yang terjadi di lapangan selama upaya percepatan pengendalian rabies.

Harapannya, setelah dilakukan identifikasi apa masalahnya, bisa menemukan akar penyebab masalahnya, kemudian sama-sama menentukan strategi atau langkah ke depannya.

“Sehingga kegiatan ini bisa menyeluruh dengan konsep atau pendekatan one health,” jelas Made Dian Kurniasari

Workshop Penyusunan Rencana Kegiatan Kabupaten/Kota untuk Pengendalian dan Penanggulangan Rabies di Provinsi Bali di buka secara langsung oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bali, Dewa Made Indra.

Dalam Pesannya, Dewa Made Indra menyampaikan upaya mengentaskan kasus penyakit rabies di Provinsi Bali membutuhkan dukungan dan komitmen kuat pemerintah daerah baik kabupaten dan kota serta stakeholder lainnya khususnya dari sisi dukungan anggaran.

Dewa Made Indra meminta pemerintah kabupaten/kota untuk merancang rencana aksi strategis atau gerakan yang berkesinambungan. Meningkatnya kembali kasus rabies kata Dewa Made Indra, harus menjadi bahan evaluasi bersama dan strategi gerakan bersama seperti apa yang dilakukan.

“Kenapa sih bisa naik, kenapa bisa turun. Kita ambil pelajarannya,” tegasnya. Dia meyakini, langkah strategis bersama dalam penanganan rabies bisa menekan laju penyebaran kasus rabies di Pulau Bali.

Sebarkan Berita ini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here