NUSA DUA, BERITADEWATA – Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo membuka secara resmi acara Pekan Kesadaran Antimikroba Sedunia dengan tema “Tingkatkan Kepedulian, Stop Resistensi Antimikrobaā€¯ yang digelar di Nusa Dua Bali, Rabu (24/11/2021).
Hadir pada kesempatan tersebut perwakilan dari badan pangan dunia (FAO) Indonesia dan Timor Leste, badan kesehatan dunia (WHO), perwakilan dari Kementerian Kesehatan, perwakilan Kemenko PMK, perwakilan Kementerian Kelautan dan Perikanan, para akademisi dari berbagai kampus di Indonesia, para direktur rumah sakit, para praktisi pertanian, aktifis lingkungan hidup dan stakeholder lainnya.
Menurut Mentan Yasin Limpo, ancaman resistensi antimikroba saat ini sudah di depan mata. Untuk itu dunia perlu kampanye bersama tentang penggunaan antimikroba dengan bijak untuk mengendalikan resistensi antimikroba.
Pada saat ini, dunia menghadapi berbagai masalah dan ancaman kesehatan, termasuk diantaranya adalah pandemi COVID-19 dan ancaman terselubung (silent threat) resistensi antimikroba (AMR).
Laporan terkini terkait status Ketahanan Pangan dan Gizi Dunia yang diterbitkan oleh Badan PBB untuk Pangan dan Pertanian (FAO/IFAD/WFP) yang berbasis di Roma, menyoroti tren kemunduran yang sangat memprihatinkan dalam ketahanan pangan.
Laporan menunjukkan bahwa pandemi semakin menjauhkan kita dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), terutama target 1, tanpa kemiskinan, dan target 2 untuk mengakhiri kelaparan.
Berkaitan dengan itu, pendekatan One Health yang bertujuan untuk mencapai kesehatan yang optimal melalui komunikasi, koordinasi, dan kolaborasi multi-sektoral, memberikan panduan dalam memastikan bahwa semua pemangku kepentingan dari berbagai disiplin ilmu terlibat dalam proses membangun ketahanan dan memecahkan permasalahan kesehatan. “Semua sektor masyarakat harus terlibat, aktif dan bertanggung jawab atas penyebaran AMR,” ujarnya.
Secara singkat, upaya yang telah dilakukan Kementerian Pertanian selama ini untuk mengantisipasi peringatan dampak berkepanjangan dari pandemi global COVID-19 serta untuk menjaga ketahanan pangan dan gizi nasional.
Selama masa pandemi, Kementerian Pertanian menetapkan serangkaian strategi Lima Cara Bertindak/CB yang meliputi, pertama, meningkatkan kapasitas produksi secara berkelanjutan. Kedua, penguatan Diversifikasi Pangan Lokal, yang juga merupakan bagian dari kontribusi Indonesia pada Dekade PBB untuk Pertanian Keluarga 2019-2028.
Ketiga, penguatan cadangan pangan dan sistem logistik. Keempat, pengembangan Pertanian Modern (Smart Farming, Food Estate). Kelima, mendorong Gerakan Tiga Kali Ekspor (GRATIEKS) Komoditas Pertanian.
“Melalui 5 CB, kami mempercepat transformasi pangan dan pertanian, dengan tidak lagi hanya berfokus pada aspek peningkatan produksi, tetapi menuju sistem pangan dan pertanian yang lebih holistik, terintegrasi, dan berkelanjutan. Kami menegaskan kembali hak setiap orang untuk memiliki akses ke pangan yang aman, cukup, dan bergizi. Dalam hal ini, kami percaya transisi ke sistem pangan yang semakin berkelanjutan sangat penting untuk mengendalikan AMR dengan lebih baik,” urainya.
Menurut Mentan, dalam beberapa dekade terakhir, laju resistensi antimikroba dilaporkan meningkat dari berbagai negara, namun di sisi lain pengembangan dan penemuan antimikroba (antibiotik) baru berjalan sangat lambat. Hal ini mengakibatkan AMR menjadi isu global yang dibahas dalam berbagai forum internasional, dan dipandang sebagai salah satu ancaman serius bagi kesehatan masyarakat untuk ditangani bersama.
Sebagai gambaran, pada tahun 2016, laporan global review perkembangan resistensi antimikroba memprediksi AMR akan menjadi pembunuh nomor 1 (satu) di dunia pada tahun 2050, dengan tingkat kematian mencapai 10 juta jiwa per tahun, dan angka kematian tertinggi terjadi di kawasan Asia.
Prediksi ini dapat terjadi apabila tidak ada upaya konkrit dalam pengendalian penggunaan antimikroba. Oleh karena itu, perlu upaya bersama merealisasikan resolusi global yang diterjemahkan ke dalam Rencana Aksi Global dan Rencana Aksi Nasional dalam pengendalian AMR.
Dalam konteks Indonesia, menjamin ketersediaan pangan bagi 270 juta penduduk Indonesia (yang diperkirakan akan meningkat menjadi 318,96 juta pada tahun 2045), tentu bukanlah tugas yang mudah. Untuk sektor pertanian, peternakan dan kesehatan hewan, AMR menjadi ancaman serius bagi keberlanjutan ketahanan pangan, selain tentunya mengancam pengembangan kesehatan hewan yang berkelanjutan. Dalam hal ini, sektor pertanian sendiri akan sulit untuk menahan ancaman sebesar ini.
“Untuk itu, kami berkomitmen untuk bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan untuk meningkatkan kapasitas sektor pertanian dalam mengelola risiko AMR dan membangun ketahanan terhadap dampak AMR,” ujarnya.
Kementan memiliki peran penting dalam memerangi laju AMR. “Untuk itu kami telah mempersiapkan kegiatan dan penguatan regulasi terkait AMR,” ujarnya.
Dengan menggunakan kerangka kerja Kesehatan Terpadu (One Health), bersama kementerian, lembaga dan stakeholders terkait lain, pihaknya telah menyusun rencana strategis serta peta jalan dalam upaya-upaya pengendalian dan penanggulangan AMR di Indonesia.
Kami sepenuhnya menyadari pentingnya pendekatan multi-sektoral dan multi-disiplin untuk keberhasilan Rencana Aksi Nasional One Health untuk mewujudkan Rencana Aksi Global tentang AMR.
Langkah penting lainnya yang telah dilakukan oleh Kementerian Pertanian antara lain yaitu pengaturan penggunaan antibiotik di bidang peternakan dan kesehatan hewan yang melarang penggunaan antibiotik sebagai imbuhan pakan (Antibiotic Growth Promoter).
“Saya bangga bahwa Kementerian Pertanian juga turut berperan dalam mendukung kesehatan manusia dengan menerbitkan peraturan tentang pelarangan penggunaan Colistin pada ternak yang produknya untuk konsumsi manusia. Hal ini dilakukan karena Colistin merupakan last drug of choice untuk pengobatan pada manusia,” ujarnya.
Berbagai upaya yang dilakukan dalam pengendalian AMR merupakan tindak lanjut Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2019 tentang Peningkatan Kemampuan dalam Mencegah, Mendeteksi, dan Merespons Wabah Penyakit, Pandemi Global, dan Kedaruratan Nuklir, Biologi, dan Kimia, yang juga mengamanatkan pentingnya pengendalian Resistensi Antimikroba.
Pentingnya pengendalian AMR juga menjadi komitmen bersama dalam Agenda Keamanan Kesehatan Global (GHSA), yang menegaskan pentingnya pendekatan multilateral dan multisektoral untuk memperkuat kapasitas global dan negara untuk mencegah, mendeteksi dan merespon ancaman penyakit-penyakit infeksius, baik yang terjadi secara alamiah, disengaja maupun yang tidak disengaja termasuk ancaman AMR.