DENPASAR – Ratusan TKI pelaut asal Bali diprediksi bakal gagal berangkat tepat waktu karena terkendala persyaratan Buku Pelaut atau Seaman Book yang tidak bisa dicetak di kantor Syahbandar Benoa, Denpasar, Bali. Buku Pelaut tidak bisa dicetak oleh kantor Syahbandar Benoa karena sudah lebih dari seminggu blanko untuk mencetak Buku Pelaut kosong sehingga ratusan TKI Pelaut harus gigit jari dan dipastikan akan gagal berangkat tepat waktu.
Buku Pelaut adalah dokumen wajib yang harus dimiliki oleh setiap TKI Pelaut yang akan berangkat bekerja di luar negeri selain dokumen lainnya seperti Paspor, Basic Safety Training (BST), Medical Certificate, C1D Visa serta dokumen penunjang lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional dan Internasional. Buku Pelaut sendiri sebagai syarat yang harus dimiliki Pelaut sesuai dengan Pasal 145 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
Pemerhati TKI I Nengah Yasa Adi Susanto, menegaskan bahwa pihaknya sangat menyayangkan blanko Buku Pelaut sampai kosong di kantor Syahbandar Benoa, Denpasar. Seharusnya hal ini tidak perlu terjadi andai sumber daya manusia yang ada di departemen Perhubungan khususnya Ditjen Hubungan Laut peka terhadap kebutuhan TKI Pelaut.
“Buku Pelaut ini wajib dimiliki oleh setiap TKI Pelaut dan tentu saja persediaan blanko tidak mungkin sampai habis bila memang pejabat terkait yang bertanggung jawab terhadap hal ini memiliki empati yang besar terhadap masa depan TKI pelaut kita. Ratusan TKI Pelaut batal berangkat hanya karena blanko Buku Pelaut kosong dan hal ini sangat tidak masuk akal,” uja Adi, melalui rilis yang diterima redaksi, Senin 29 Januar 2018.
I Nengah Yasa Adi Susanto yang juga seorang Advokat dan mantan Sommelier di Kapal pesiar ini menambahkan bahwa pihaknya seringkali mendapat keluhan dari para TKI pelaut yang tidak bisa berangkat tepat waktu karena terkendala masalah non teknis seperti proses pembuatan Buku Pelaut dan BST yang memakan waktu cukup lama.
Normalnya proses pembuatan Buku Pelaut karena sudah on line memakan waktu 3 sampai 7 hari lamanya sedangkan BST biasanya 2 minggu selesai namun pada prakteknya bisa sebulan lebih belum selesai karena kendala non teknis tadi seperti blanko untuk Buku Pelaut dan BST kosong. Disamping permasalahan tersebut keluhan lainnya yang biasanya disampaikan TKI Pelaut adalah mahalnya pengurusan dokumen termasuk pembuatan Buku Pelaut.
“Banyak TKI pelaut mengeluh mereka harus membayar Buku Pelaut sampai Rp 800.000 di Agen tempat mereka direkrut. Sebenarnya sesuai dengan PP 15 Tahun 2016 Tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Perhubungan untuk membuat Buku Pelaut cukup membayar Rp 100.000 melalui transfer ke Bank yang ditunjuk,” tambah Adi.
Menurut Adi yang juga Legal Consultant di PT. Ratu Oceania Raya Bali salah satu Manning Agency kapal pesiar ini bahwa semua pihak harus membantu permasalahan ini agar tidak terjadi lagi termasuk Gubernur Bali, Kadisnaker Bali harus turun tangan dan menekan Ditjen Hubla Kementerian Perhubungan agar blanko yang dibutuhkan para TKI Pelaut ini secepatnya dikirim ke Syahbandar Benoa, Denpasar, kalau tidak maka ratusan TKI Pelaut kita akan gagal berangkat dan bekerja di kapal pesiar dan efeknya akan sangat negatif bagi TKI Pelaut Bali khususnya dan Indonesia umumnya.
“Kami selaku pemilik agen sangat dirugikan karena kredibilitas kami dimata Principles yang menyediakan lapangan pekerjaan di kapal pesiar menjadi buruk karena para pejabat yang menangani Buku Pelaut ini tidak profesional dalam melaksanakan tugasnya dan hal ini tentu harus diberikan sanksi tegas karena dampaknya adalah ratusan bahkan ribuan TKI Pelaut kita akan gagal berangkat ke luar negeri.” tutup Adi.