DENPASAR, BeritaDewata – Para alumni International Fellowship Program (IFP) menyoroti banyak ketidakadilan sosial di masa pandemi Covid19 saat bertemu di Sanur Bali selama dua hari berturut-turut yakni tanggal 8-9 Juni 2021.
Sebanyak 79 partisipan itu terdiri dari para alumni IFP Global yang berasal dari China, Brazil, Kenya, Afrika Selatan, Nigeria, Mexico, India, Guatemala, Chili, Vietnam, Bangladesh, Tanzania, dan Philipina. Selain para alumni, para peserta Youth Social Justice Camp (YSJC) asal Bali hadir sebanyak 5 orang.
Pertemuan dibuka oleh Agus Nahrowi sebagai Ketua Presidium Indonesian Social Justice Network (ISJN) dan menyambut semua peserta Global IFP Alumni meeting dari seluruh dunia. Pertemuan dipandu oleh Tolhas Damanik dan Lilis Suryani serta Rini Oktavia.
Hari pertama, Global IFP Alumni Meeting 2021 mengangkat tema Dari Isolasi ke Kolaborasi. Para alumni menyikapi pandemi COVID-19 yang masih menjadi persoalan bersama secara global.
Alumni IFP Indonesia berusaha mengumpulkan pengalaman para alumni Indonesia maupun negara lain selama dua hari. Pertemuan dilakukan secara daring dan luring. Pertemuan luring diselenggarakan di Grand Inna Bali Beach Hotel di Denpasar, Bali dengan melibatkan 15 alumni program yang tersebar dari 9 angkatan yang berasal dari berbagai pulau di Indonesia. Dalam pertemuan hari pertama ada 94 peserta hadir: 15 partisipan alumni IFP secara luring dan 79 partisipan lainnya hadir secara daring.
Peserta asal Filipina Eric Divinagracia mengatakan bahwa para seniman di Filipina mengalami hal yang sama. Para seniman berpartisipasi dalam menyelenggarakan pentas untukmemecah kebuntuan akibat tekanan yang dialami warga. Bagi Eric, selama pandemi orang cenderung terisolasi satu sama lain. “For us, this action is a movement from isolation toconnection,” kata Eric.
Hal ini senada dengan sambutan pembukaan yang disampaikan Gusrowi sebagai Ketua Presidium ISJN 2021-2025. Ia menyatakan bahwa peran alumni sangat penting terutama di saat pandemi.
“Kunci untuk keluar dari pandemi adalah kita bersama-sama melakukan kolaborasi, dan transformasi agar mampu keluar dari kondisi sulit yang tercipta saat pandemi,” tutur Gusrowi. Meskipun konektivitas selama pandemi terganggu dalam skala global, penggunaan media sosial untuk berkolaborasi dan berbagi pengalaman merupakan salah satu jalan alternatif.
Anu Verma dari India mengungkapkan upaya untuk keluar dari situasi sulit selama pandemi dilakukannya bersama komunitasnya, dengan membangun aliansi di India yang melibatkan warga desa, dan pemimpin komunitas. Anu saat ini aktif memobilisasi aliansi di berbagai negara bagian di India.
Mereka mengorganisir proses perawatan, penyediaan obat-obatan, dan membantu orang-orang yang kekurangan makanan serta mereka yang kehilangan pekerjaan. Anu secara khusus menghubungkan banyak pihak untuk bekerja sama untuk menolong anak-anak, terutama dari berbagai wilayah yang jauh dari jangkauan tangan negara.
Tantangan untuk melayani anak-anak yang berkebutuhan khusus khususnya yang menderita cerebal palsy atau lumpuh otak selama pandemi juga merupakan tantangan tersendiri bagi Nuraida dari Sahabat Difabel Aceh, karena mereka tidak mendapatkan terapi langsung.
“Saat ini kami kuatkan sesama orangtua, supaya support group-nya juga terbentuk, dan saling menguatkan,” kata Nuraida. Saat ini Nuraida dan komunitasnya mendampingi 45 anak cerebral palsy di Kabupaten Aceh Besar.
Di Indonesia, alumni IFP dari NTT, Dominggus Elcid Li, juga menceritakan pengalaman mereka dalam mencari solusi alternatif selama pandemi dengan mendirikan sebuah laboratorium untuk pemeriksaan PCR secara gratis. Proyek sosial tersebut bernama Laboratorium Kesehatan Masyarakat.
“Kita bisa membantu membangun sistem dengan bekerja bersama, dan kami berupaya
memecahkan satu kesulitan yang bahkan negara pun sedang beradaptasi untuk memecahkannya,” kata Elcid Li, yang juga adalah Direktur Eksekutif IRGSC (Institute of Resource Governance and Social Change).
Laboratorium ini melibatkan banyak relawan seperti perawat, dokter, pemuda, aktivis sosial, dan ilmuwan, dengan bekerja sama dengan pemerintah. Sistem baru ini berhasil dan menjadi percontohan untuk dikembangkan lebih lanjut. Saat ini Laboratorium Kesehatan Masyarakat mereka telah memeriksa 14 ribu sampel tes usap (swab test) secara gratis dengan metode pool testmenggunakan mesin PCR.
“Kita tidak bisa hanya memeriksa mereka yang mampu saja, jika ingin
bersama-sama selamat keluar dari pandemi,” lanjut Elcid Li.
Para peserta umumnya menyimpulkan masih banyak terjadi ketidakadilan sosial bagi masyarakat dengan segala persoalan dan latar belakang sosial. Dari banyak ketidakadilan yang paling kelihatan adalah akses pendidikan, akses kesehatan dan akses kerja. Berbagai persoalan ketidakadilan sosial tersebut perlu dicarikan solusi bersama, berjejaring, melibatkan banyak stakeholder dan sebagainya.
Untuk itu, Global IFP Alumni Meeting 2021 mengingatkan hanya dengan kolaborasi, dan bukan isolasi, keadilan sosial bisa sama-sama diperjuangkan. Pada tanggal 9 Juni akan dilakukan photo contest dan diskusi film terkait isu keadilan sosial yang menghadirkan
narasumber dari penggiat seni tanah air yang berdomisili di Indonesia dan Australia.
Tanggal 10-11 Juni akan dilakukan Global Social Justice Conference 2021 yang juga akan dihadiri oleh alumni IFP dari seluruh dunia secara online dan offline dengan mengikuti protokol kesehatan yang ketat.