Banyak Transaksi Gelap, Indonesia Rugi Triliunan dari Sektor Pajak

Hotman Paris Hutape usai tampil sebagai pembicara bertajuk "Kupas Tuntas Aspek Hukum dan Perpajakan Terhadap Nomine dan Beneficial Owner" di Sanur Bali, Kamis (15/2).

NUSA DUA – Kerugian Indonesia dari sektor pajak terkuak saat Hotman Paris Hutape tampil sebagai pembicara bertajuk “Kupas Tuntas Aspek Hukum dan Perpajakan Terhadap Nomine dan Beneficial Owner” di Sanur Bali, Kamis (15/2).

Seminar sehari tersebut diselenggarakan atas kerja sama antara Ikatan Akuntan Indonesia, International Federtion of Accountance (IFAC), Peradi, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia. Hadir dalam seminar tersebut para pengacara dari berbagai daerah di seluruh Indonesia, para akuntan dan konsultan pajak lainnya.

Dalam seminar tersebut, pengacara kondang Hotman Paris secara terang benderang membuka soal kerugian negara dari sektor usaha hotel dan vila yang dimiliki oleh orang asing di Bali.

Awalnya, Hotman berbicara soal pengalaman pribadinya yang berbisnis villa dan hotel di Bali. Seluruh penawaran ternyata dikuasai oleh orang asing. “Saya berbicara begini bukan karena saya kalah bersaing dengan orang asing. Saya memang mau membeli untuk hari tua saja. Dari seluruh villa yang saya datangi, ternyata ownernya orang asing, manajer orang asing, bahkan ada pegawainya orang asing. Rupanya ketika mereka melihat saya, mereka langsung pasang harga tinggi. Masa villanya harga Rp 120 miliar dan yang tawar itu orang bule,” ujarnya.

Hotman menyakinkan, keterusterangan ini bukan karena dirinya tidak mendapatkan harga vila yang diinginkan, tetapi benar-benar ingin mengungkap kerugian negara yang besar dan yang mengerikan lagi kerugian itu dilakukan oleh orang asing.

Menurut Hotman Paris, peristiwa yang dialaminya membuat dirinya mencari tahu lebih dalam lagi, melakukan investagasi lebih dalam, melalui jaringan yang ada untuk memperoleh informasi secara dalam tentang penguasaan bisnis vila, hotel dan tanah di Bali. Dan memang benar adanya.

“Kondisi ini sudah terjadi 20 tahun lalu. Artinya, kerugian negara sudah mencapai triliunan rupiah. Dan tidak ada yang mengetahui hal ini,” ujarnya.

Kerugian itu antara lain, banyak transaksi dilakukan di luar negeri, negara tidak pernah mengatahui transaksi ini, tidak pernah bayar pajak dan lain-lain karena transaksi dilakuan oleh orang asing. Solusinya adalah negara harus membentuk Satgas pemburu kerugian negara khususnya di Bali yang melibatkan orang asing.

“Satgas ini harus lengkap, mulai dari Imigrasi, Kepolisian, Kejaksaan, Penanaman Modal Asing, Perpajakan, dan seterusnya. Dari seluruh stakeholder ini, maaf, saya mencurigai pihak Imigrasi seharus lebih berperan menertibkan orang asing. Masa ada orang asing lebih dari 10 kali ke Bali, perpanjang visa terus menerus, tetapi tidak diselidiki. Dalam visa ada rekaman histori, kenapa seorang asing datang ke Bali,” ujarnya.

Sementara pengacara muda Bali YB Seran mengaku, praktek itu memang sudah ada, terutama mereka yang berinvestasi di luar penanaman modal asing. Banyak usaha atau investasi yang in nomine atau atas nama orang lokal.

“Misalnya ada orang asing beli tanah untuk buka usaha. Tetapi karena UU melarang orang asing memiliki tanah di Bali, maka tanah itu dibeli dengan menggunakan nama Indonesia. Umumnya mereka sudah ada kesepakatan dengan orang yang mempunyai nama itu, seperti komisi dan bagi hasil. Masalahnya, tanah atau properti itu dijual di luar negeri dengan pembelinya juga orang asing. Bagaimana kita mau hitung pajak dan lain-lain,” ujarnya.

Pemilik baru itu datang ke Indonesia dan Bali dan membuat kesepakatan baru dengan pemilik nama dan begitu seterusnya. Jadi potensi kerugian pajak juga besar.

Sebarkan Berita ini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here