Denpasar – Kasus narkoba di Buleleng cukup besar dan peradaranya pun tak pandang bulu. Beberapa desa adat telah membentuk perarem untuk memberantas peredaran obat terlarang tersebu. Diyakini adanya perarem ini akan memberikan efek jera bagi pecandu narkoba.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Bali, Brigjen Pol Putu Gede Suastawa, pada Rabu (10/4) usai menjadi narasumber dalam Sosialisasi Program rehabilitasi dan Pasca rehabilitasi dengan tema Peningkatan Kualitas Pemulihan Klien Melalui Program Rehabilitasi dan Pasca Rehabilitasi Tahun 2019 di Kabupaten Buleleng. Hadir dalam acara tersebut antara lain 25 orang peserta dari pihak rumah sakit, Puskesmas serta yayasan-yayasan yang berkecimpung di bidang rehabilitasi.
Kepala BNNP Bali mengatakan, selain Buleleng saat ini di Gianyar ada 16 desa yang memiliki pararem narkoba, kemudian Badung ada 1 desa, Denpasar ada 2 desa, Klungkung ada 1 desa. “Ini kan bertahap. Nanti kalau sudah ada 35 desa yang memiliki pararem, maka Buleleng adalah yang paling banyak,” kata Suastawa, didampingi Kepala BNNK Buleleng, AKBP Gede Astawa.
Suastawa juga mengatakan dengan digelarnya sosialisasi ini akan tetapi tidak menjamin para pecandu tersebut sembuh total dari pengaruh Narkoba. Untuk itu pihaknya berharap para pecandu jika keluar dari rehab untuk lebih banyak bekerja. “Rehabilitasi ini tidak menjamin para pecandu itu sembuh cuman rehabilitasi ini para komunitasnya seperti keluarga, tetangga untuk mendorong penguatan mereka seperti lebih banyak melakukan aktifitas. Contohnya bekerja artinya aktifitas itu bisa melupakan obat-obatan tersebut,” papar Suastaw.
Selain melalui pararem, upaya untuk menekan kasus narkoba dilakukan dengan merehabilitasi para pengguna narkoba. Khusus di Buleleng, hingga April ini sudah ada 27 pengguna narkoba direhabilitasi. Sedangkan untuk seluruh wilayah Bali mencapai sekitar 60 orang lebih. Diharapkan, peran dari petugas rehabilitasi baik rumah sakit, puskesmas berkomunikasi dengan klien pecandu narkoba agar menjalani rehabilitasi.
“Kami mengoptimalisasikan program rehabilitasi dan pasca rehabilitasi yang diselenggarakan oleh institusi penerima wajib lapor (IPWL) di Buleleng, agar memberikan informasi ke masyarakat untuk memanfaatkan layanan IPWL dalam memulihkan korban pecandu narkoba,” jelas Suastawa.
Untuk menjalankan upaya tersebut, masih banyak faktor yang belum menunjang untuk menjalani rehabilitasi. Selain itu, fasilitas baik itu sarana dan prasarana masih belum memadai, khususnya di Buleleng. Bahkan, setiap rumah sakit terdapat ruang adiksi yang khusus untuk menangani rehabilitasi narkoba, namun kapasitas dari ruangan itu masih belum memadai.
Kondisi inipun mendapat sorotan keras dari Wakil Ketua DPRD Buleleng, Made Adi Purnawijaya. Menurut Adi Purnawijaya yang hadir dalam kegiatan itu, sebagai wakil rakyat ia mengaku, akan mengupayakan untuk melakukan koordinasi dengan Pemkab Buleleng, untuk memfasilitasi apa yang menjadi kebutuhan dari BNNK Buleleng. “Kami sudah minta Pemkab mendukung segala kegiatan BNNK, termasuk juga untuk pembiayaan di ABPD. Tapi kedepan, kami juga akan upayakan hal ini di Perda, sehingga kinerja BNNK bisa lebih maksimal nantinya,” ujar Adi Purnawijaya.
Berdasarkan data BNNP Bali di tahun 2018 ada sebanyak 31.178 orang di. lingkungan pekerja dan sebanyak 355 di lingkungan pelajar merupakan pecandu narkoba. Dimana Bali menempati rangking 9 dan 13 rangking prevalensi dari 13 provinsi di Indonesia yang diteliti oleh Puslidatin BNN Bersama Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI. Melihat kondisi itu, Adi mengaku prihatin. Sebab, Buleleng masih dikatakan darurat narkoba.
Untuk itu Adi berharap, agar BNNK Buleleng melakukan sidak secara terstruktur ke seluruh instansi pemerintah di Buleleng untuk melakukan test urine ke seluruh pegawai pemerintahan. “Buleleng kasus narkoba sangat meningkat, saya harap Buleleng nantinya bisa bersih dari narkoba,” jelas Adi Purnawijaya.