Bali dan Masa Depan Kualitas Lingkungannya

Ketua Umum Yayasan Syamora Peduli Bali Lestari Ikhwan Syah Nasution

DENPASAR, BeritaDewata – Bali sebagai salah satu destinasi wisata favorit di Indonesia selalu menarik perhatian wisatawan, baik wisatawan domestik maupun mancanegara. Selain terkenal dengan kearifan lokal budayanya, keindahan alam dan lingkungan juga menjadi salah satu tujuan wisatawan datang ke Bali.

Namun, keindahan alam dan lingkungan seringkali tergerus oleh perkembangan zaman. Seperti halnya kebutuhan untuk pembangunan infrastruktur. Ruang-ruang terbuka hijau yang sebelumnya masih lestari, sedikit demi sedikit ikut terkena dampaknya. Seyogianya keberadaan alam dan lingkungan yang lestari menjadi perhatian penuh seluruh elemen masyarakat untuk menjamin keseimbangan ekosistem.

Ketua Umum Yayasan Syamora Peduli Bali Lestari Ikhwan Syah Nasution mengatakan, keberadaan ruang terbuka hijau (RTH) seringkali tidak seimbang dengan pembangunan kota. Ruang terbuka hijau di Bali semakin berkurang, salah satunya karena faktor alih fungsi lahan dan masifnya pembangunan fisik perkotaan yang semakin sesak.

“Seiring berjalannya waktu, Bali semakin terasa akan berkurangnya RTH karena alih fungsi lahan menjadi infrastruktur pemukiman, hotel atau fungsi lain. Contohnya Kota Denpasar dan Kabupaten Badung, banyak kita jumpai alih fungsi sawah kebun menjadi pemukiman dan juga hotel,” ungkapnya di Denpasar, Kamis (16/7).

Dampak dari minimnya RTH di sebuah kota adalah meningkatnya suhu udara, penurunan air tanah, genangan air yang mengakibatkan banjir, pencemaran air bau, kebisingan, dan memperburuk polusi udara.

“Mestinya sebuah kota memiliki hutan kota minimal 20% dari luas wilayahnya untuk mengindari degradasi lingkungan yang semakin parah,” imbuhnya.

Hutan Kota merupakan salah satu bentuk ruang terbuka hijau, lahan yang berada di dalam atau sekitar perkotaan dengan susunan pohon-pohon yang kompak. Perannya sangat penting dalam menyangga kehidupan.

“Hutan Kota memberikan keseimbangan bagi ekosistem. Pohon-pohon dapat menjadi penyumbang oksigen dan juga mencegah pemanasan global. Selain manfaat ekologis, hutan kota juga memiliki manfaat estetika yaitu menghadirkan pemandangan yang asri,” sambung Ikhwan.

Hutan kota tidak harus berada dalam satu lokasi, bisa disebar di setiap sudut kota, memanjang atau membentuk jalur hijau.

Syamora Peduli Bali Lestari sebagai salah satu lembaga masyarakat mengajak bergandengan tangan untuk bersama-sama menjaga kelestarian alam bali dengan menjadikan gerakan menanam pohon sebagai gaya hidup.

Hal tersebut selaras dengan Presiden Jokowi yang menyerukan kepada seluruh masyarakat agar melakukan penanaman pohon minimal 25 pohon per warga untuk seumur hidup.

“Syamora Peduli Bali Lestari bersama dengan relawan juga siap untuk membantu dan bekerjasama secara sukarela dengan seluruh stakeholder, Kepala Daerah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Bali dalam gerakan pelestarian lingkungan alam Bali,” pungkasnya.

Sebarkan Berita ini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here