BULELENG – Dirut PDAM Buleleng, Made Lestariana mengungkapkan, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Buleleng, pada 1 Maret 2018 akan menaikan tarif sebesar 10 persen.
Opsi kenaikan tarif ini sudah berdasarakan perhitungan pendapatan perkapita masyarakat termasuk upah minimum provinsi (UMP) dan UMK.
Termasuk perhitungan yang didasarkan klasisifikasi pelanggan berdasar sistem subsidi silang dan pola tarif progresif “Kenaikan biaya operasional dan pemeliharaan menjadi dasar utama menaikan tarif listrik,” Lestariana, di Buleleng, Selasa, 13/2/2018
Dijelaskan, untuk klasifikasi kenaikan tarif golongan S1 dan S2 biaya abonemen itu sebesar Rp10 ribu dan Rp11 ribu, R1 biaya abonemen Rp12 ribu dan tarif tertinggi N2 dan I2 masing-masing Rp20 ribu dan Rp22 ribu.
“Ini sudah sesuai dengan tingkat pemakaian dengan asumsi yang ditetapkan berdasarkan tingkat pemakaian rata-rata air. Pemakaian Rata-rata air masyarakat mencapai 18 meter kubik perbulan. Artinya, ada sebanyak Rp 67 ribu lebih dikeluarkan pelanggan perbulan setelah ada penyesuaian tarif,” terang Lestariana.
Untuk perhitungan dan penerapan tarif air minum, lanjutnya, didasarkan atas klasifikasi pelanggan dengan menggunakan sistem subsidi silang agar pelanggan yang lebih mampu memberikan subsidi kepada pelanggan kurang mampu.
“Kami gunakan pola subsidi silang yang memberikan subsidi pada yang kurang mampu, serta pola tarif progresif untuk penggunaan air yang efektif dan efesien,” ujar Lestariana.
Kenaikan tarif ini sudah berdasarkan pada hitungan yang disesuaikan dengan kondisi riil dan tidak memberikan beban berlebih kepada para pelanggan. Angka kenaikan ini, lanjut dia, sudah berada pada angka paling rasional. “Kami juga pertimbangkan dengan kebutuhan perusahaan terutama biaya listrik yang mencapai Rp900 juta lebih,” ungkap Lsstriana.
Besaran biaya listrik itu, mengingat hampir 81,95 persen dari kapasitas produksi PDAM sebesar 709 liter/detik dari sebanyak 16 sumber mata air dan 37 sumur dalam menggunakan energi listrik untuk mengangkat air.
“Sisanya sebesar 18 persen baru menggunakan sistem gravitasi. Itu yang membuat cost kami untuk listrik sangat tinggi, selain juga gaji pegawai dan biaya operasional perawatan lain,” jelas Made Lestariana.