JAKARTA, BERITA DEWATA – Di tengah kisruh polemik royalti dan hak cipta yang melibatkan pencipta lagu, penyanyi, dan para peng-cover, musisi senior Anwar Fatahillah menyerukan penyelesaian damai. Pendiri sekaligus bassist band rock legendaris Powerslaves ini menyampaikan pandangannya dengan tenang, jauh dari nada konflik.
“UU Hak Cipta dibuat untuk melindungi karya sebagai kekayaan intelektual. Kalau ada kekurangan dalam implementasinya, mari kita duduk bersama mencari solusi terbaik,” ujar Anwar saat dihubungi wartawan, Jumat (20/6/2025).
Anwar menilai perlindungan hukum atas karya cipta tetap penting, namun pendekatannya harus dilengkapi dialog antar-seniman. “Konflik jangan jadi panggung adu ego. Justru ini momen untuk menyempurnakan sistem yang belum sempurna,” kata lulusan FISIP Untag Semarang itu.
Musisi yang kini juga aktif berdakwah melalui seni ini menyoroti peran Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), yang selama ini menjadi perantara pengumpulan dan distribusi royalti.

“LMK harus menjadi perpanjangan tangan musisi. Harus lebih berpihak kepada seniman dan se-transparan mungkin. Evaluasi berkala penting dilakukan agar hak pelaku seni terlindungi dan sejahtera,” ujarnya.
Anwar menegaskan bahwa kritik yang ia sampaikan bukan untuk menjatuhkan lembaga, melainkan mendorong perbaikan sistem. Menurutnya, LMK perlu menjadi jembatan adil antara karya dan penghargaan, bukan sekadar kolektor royalti.
Kepada media, Anwar juga menyampaikan pesan khusus. Ia berharap media turut meredam suasana, bukan justru menyulut konflik.
“Media sebaiknya menciptakan suasana adem antara pencipta lagu dan penyanyi. Mereka saling membutuhkan. Kalau bisa bersinergi, hasilnya pasti lebih baik daripada membawa semua masalah ke ranah hukum,” ujarnya.
Menurutnya, royalti bukan semata perkara uang, melainkan penghargaan terhadap proses kreatif. Musik, lanjutnya, adalah ruang kolaborasi, bukan arena konflik kepentingan.
Dalam upaya memperdalam pemahaman soal UU Hak Cipta, Anwar sempat berdiskusi langsung dengan Rully Chairul Azwar, mantan Ketua Komisi X DPR RI periode 2009–2014, yang turut menggagas lahirnya UU Hak Cipta No 28 Tahun 2014.
Kepada Anwar, Rully mengaku prihatin atas kondisi dunia musik Indonesia yang saat ini banyak diliputi konflik hukum. Padahal, kualitas musisi Indonesia dinilainya sangat baik, bahkan banyak yang telah menembus pasar internasional.
“Kalau ada permasalahan soal UU, tanyakan langsung ke DPR sebagai pembuatnya. Atau minta kementerian terkait menyusun petunjuk teknis agar implementasinya tidak membingungkan,” ujar Anwar, mengutip penjelasan Rully usai pertemuan mereka di CEO Building, TB Simatupang, Jakarta Selatan.
Di tengah meningkatnya kecenderungan membawa sengketa royalti ke meja hijau, suara Anwar Fatahillah hadir sebagai ajakan untuk kembali ke semangat kolaborasi.
“Masalah seni sebaiknya dimulai dari perkara hati—saling menghargai, memahami, dan menjaga musik sebagai rumah bersama,” pungkasnya.