Denpasar – Kepala Bidang Pertanian Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Bali Lanang Aryawan mengatakan, kondisi lahan pertanian Bali saat ini sangat memprihatinkan. Alih fungsi lahan pertanian dan perkebunan di Bali sangat masif karena rata-rata pertahun mencapai 1500 hektar.
“Alih fungsi lahan pertahun mencapai 1500 hektar yang tersebar di seluruh pelosok Bali,” ujarnya saat bertemu puluhan petani di Desa Selat, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng Bali, Minggu (22/7). Dari jumlah itu, penyusutan untuk lahan pertanian khususnya tanaman pangan sebesar 1000 hektar pertahun dan untuk lahan perkebunan sebesar 500 hektar pertahun.
Menurut Lanang, pemerintah selaku pemegang regulasi tidak bisa berbuat banyak untuk menekan laju alihfungsi lahan pertanian karena terkendala dengan UU Nomor 12 Tahun 1992 tentang Budidaya terutama pasal 5. Dalam pasal tersebut diketahui jika petani berhak penuh untuk berbuat apa saja terhadap lahan yang dimilikinya.
“Jadi entah itu dijual, disewahkan untuk kegiatan non pertanian, pemerintah tidak bisa berbuat banyak. Satu-satunya yang bisa dilakukan pemerintah adalah berupaya mengubah mindset warga terutama petani bahwa menjadi petani itu bisa membuat orang menjadi kaya, pekerjaan yang mulia, bisa menghidupi banyak orang, bisa menciptakan lapangan kerja dan terhindar dari korupsi, kolusi dan nepotisme,” ujarnya.
Fakta yang terjadi selama ini adalah adanya anggapan petani itu kerja kotor, kumuh, tidak bisa jadi orang kaya, dan sebagainya. Bahkan, tidak ada orang tua yang menginginkan agar anaknya menjadi petani. Di Bali, sebagian besar petani sudah berusia 40 tahun ke atas karena banyak generasi muda Bali yang lebih suka kerja kantoran dan mudah mendapatkan uang. Akibatnya, banyak lahan pertanian tergusur, terhimpit industri pariwisata, pertokoan, gudang, bengkel dan sebagainya.

Pemerintah Provinsi Bali sebenarnya sudah berupaya untuk melakukan berbagai upaya nyata melestarikan budaya pertanian di Bali. Beberapa di antaranya adalah Program Sistem Pertanian Terintegrasi (Simantri), Gerakan Pembangunan Desa Terpadu (Gerbangsadu), memberikan subsidi pupuk, membuat asuransi bagi petani dan peternak, subsidi bibit unggul dan sebagainya. Namun semua upaya ini sama sekali tidak membuat generasi Bali berubah pikiran untuk menjadi petani.