Denpasar – Kisruh Pengurus Kota Denpasar Cabang Taekowondo Indonesia (TI) dengan Pengurus Pemprov TI Bali terus berlanjut. Namun dampak dari kisruh yang berujung pada keputusan skorsing kepengurusan Pengurus Kota Denpasar berdampak pada ancaman tidak ditampilkannya 13 atlit TI asal Kota Denpasar dalam ajang Pekan Olah Raga Provinsi (Porprov) Bali tahun 2017 yang akan berlangsung di Gianyar.
Ancaman penolakan ini sangat berdampak pada psikologi anak yang rata-rata masih berusia sekolah. Penolakan tersebut membuat KONI Denpasar bersama Ketua TI Pengurus Kota Denpasar berang dan tidak menerima keputusan tersebut.
Wakil Sekretaris Umum KONI Denpasar Made Darmiasa menjelaskan, hingga saat ini pihaknya masih mengakui kepengurusan TI Pengurus Kota Denpasar. “Kami merasa pengurus dari TI Kota Denpasar masih sah. Karena masih sah maka kami dari KONI Denpasar mendaftarkan semua atlit dari seluruh cabang olah raga (Cabor) termasuk 13 atlit TI untuk ikut berlaga dalam Porprov 2017. Tetapi dalam technical meeting yang dilakukan di Gianyar pada Minggu (20/8) kemarin, tiba-tiba tim pelatih, pengurus TI Kota Denpasar ditolak untuk mengikuti rapat dengan alasan bahwa pengurus yang ada adalah pengurus yang tidak sah,” ujarnya di Denpasar, Senin (21/8). Setelah penolakan tersebut, pihaknya mendapatkan surat tembusan yang berasal dari Ketua TI Pengurus Pemprov Bali yang ditandatangani oleh Ketua Umum AA Ngurah L A Ananda dan Sekretaris Umum I Made Mustika.
Menurutnya, surat tertanggal 10 Agustus 2017 tersebut sangat tidak masuk akal karena kepengurusan yang ada adalah kepengurusan yang direkomendasikan oleh KONI Denpasar. Surat tersebut ditujukan kepada Ketua TIM Keabsahan Porprov 2017 yang isinya tidak mencantumkan peserta TI dari Kota Denpasar.
“Kami dari KONI Kota Denpasar yang merekomendasikan kepengurusan. Kenapa Ketua Umum TI Pengurusan Pemprov Bali yang membatalkan kepengurusan. Ini aneh,” ujarnya. Ia menyebutkan, tetap akan menggunakan pengurus yang ada secara sah sampai dengan pergantian kepengurusan.
Sementara Ketua Umum TI Pengurus Kota Denpasar AA Suryawan mengatakan, KONI Bali berada di balik semua kekisruhan ini. Ia menyebutkan, kekisruhan itu berawak dari teguran terhadap Sekretaris Umum TI Pengurusan Kota Denpasar yang berujuan pada skorsing, karena dinilai tidak taat dengan kesepakatan yang ada. Bahkan, semua yang dijalankan oleh TI Pengurus Kota Denpasar masih dalam batasan yang wajar dan sesuai aturan. Hanya saja ada beberapa hal yang menyebabkan perbedaan terjadi tetapi bukan merupakan hal yang substansial.
“Seharusnya, kalau ada pengurus yang salah, mekanisme sudah ada. Mulai dari teguran, surat peringatan pertama dan seterusnya. Ini sudah melangkahi prosedur yang ada dimana langsung diberikan skorsing. Itupun yang kena skorsing adalah ketua harian dan sekretaris umum. Sementara saya sebagai ketua umum tidak ada masalah, kenapa atlit yang kena dampaknya,” ujarnya.
Ia juga menyebut adanya dugaan dari pengurus TI Pengprov Bali bahwa banyak pengurus di Kota Denpasar yang memilih bertahan karena iming-iming uang. “Saya tegaskan, kami TI Kota Denpasar belum pernah mengambil uang dari KONI Bali atau TI Pengprov Bali. Kami melakukan pembinaan atas biaya swadaya dan seterusnya. Sekarang anak yang jadi korban,” ujarnya.
Sementara pemerhati perempuan dan anak dari P2TP2A Kota Denpasar Siti Sapura menyayangkan sikap panitia Porprov Bali 2017, TI Pengprov Bali yang membuat psikologi para atlit yang semuanya anak-anak itu sangat tertekan.
“Anak-anak tidak bisa menjadi korban konflik ini. Mereka tidak paham soal AD/ART organisasi. Mereka itu hanya fokus latih dan bertanding. Ketika mereka sudah semangat bertanding, tiba-tiba dibatalkan. Mereka akan sangat tertekan secara psikologis,” ujarnya.
Menyikapi ketidakadilan ini, pihaknya sudah menempuh jalur hukum. Kasusnya sudah dilaporkan ke Polda Bali. Ia juga sudah mengadukan kasus ini ke PB TI di Jakarta, DPRD Bali, dan Walikota Denpasar. Namun hingga saat ini kasusnya belum selesai.